Popular Posts
Tuesday, November 8, 2011
Kode Kehormatan HW
KODE KEHORMATAN
JANJI PANDU HW
Asshadualailahaillallah ..
Wa ashadu anna Muhammadaraasulullah ..
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah
Mengingat harga perkataan saya maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh :
Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah, Undang-Undang dan Tanah Air.
Dua, menolong siapa saja semampu saya.
Tiga, setia menepati menepati Undang-Undang Pandu HW.
UNDANG - UNDANG PANDU HW
Satu, HW selamanya dapat dipercaya
Dua, HW setia dan teguh hati
Tiga, HW siap menolong dan wajib berjasa
Empat, HW cinta perdamaian dan persaudaraan
Lima, HW sopan santun dan perwira
Enam, HW menyayangi semua mahluk
Tujuh, HW siap melaksanakan perintah dengan ikhlas
Delapan, HW sabar dan bermuka manis
Sembilan, HW hemat dan cermat
Sepuluh, HW suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
Apa Itu HW
TENTANG HW
(5W + 1 H)
(5W + 1 H)
Apa Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Itu?
Hizbul Wathan (HW) yang artinya pembela tanah air, adalah nama gerakan kepanduan dalam Muhammadiyah.
Kepanduan adalah sistem pendidikan luar keluarga dan sekolah yang membentuk dan membina watak anak, remaja & pemuda dengan metode menarik, menyenangkan dan menantang serta dilaksanakan di alam terbuka.
Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan adalah organisasi otonom di lingkungan Muhammadiyah yg khusus dalam bidang kepanduan
Pandu HW adalah anggota Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan.
Siapakah yang Mendirikan Pandu HW?
HW didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan dengan nama semula “Padvinder Muhammadiyah” dan selang dua tahun diganti dengan nama “Hizbul Wathan”
Mengapa Kepanduan HW didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan?
KH. Ahmad Dahlan tertarik pada sistem pendidikan kepanduan karena menggunakan metode menarik, menyenangkan dan menantang dalam membentuk watak generasi muda.
Beliau yakin, sistem kepanduan ini dapat digunakan sebagai sarana pembentukan kader Muihammadiyah dan Bangsa Indonesia .
Dengan metode kepanduan, anak, remaja dan pemuda dilatih untuk mampu menjadi warga masyarakat yg berguna, mandiri dan berakhlak mulia.
Mengapa HW Dibangkitkan Kembali?
Warga Muhammadiyah melihat bahwa dalam prakteknya, kebanyakan kegiatan Pramuka tidak seperti yang diharapkan sebagai satu kepanduan yang islami.
Asas sukarela dalam kepanduan telah berubah menjadi instruktif di Pramuka khususnya yg berbasis sekolah.
Beberapa prinsip kepanduan telah meluntur, terutama dg intervensi birokrasi.
Apa Beda HW Dahulu (Sebelum Pramuka) dan HW Baru (Setelah Kebangkitan)
Organisasi HW dahulu, merupakan majelis, sedangkan HW baru berstatus ortom di lingkungan Muhammadiyah.
Sistem pendidikannya tetap sama, tetapi metode dan teknik pelatihannya disesuaikan dg tuntutan perkembangan peserta didik masa kini.
Demikian juga seragam dan atribut yg dikenakan, diusahakan sesuai selera anak muda dan norma agama.
Apa Perbedaan Antara Kepanduan HW Baru Dengan Pramuka?
Pada dasarnya HW dan Pramuka sebagai gerakan kepanduan adalah sama yg tujuannya sama-sama mendidik anak bangsa.
Kepanduan HW lebih menekankan kepada kepanduan islami, dengan menerapkan akidah islam dalam setiap aspek kegiatan kepanduan.
Kapan HW Didirikan? Bagaimana Perjalanan Selanjutnya?
HW didirikan oleh KHA Dahlan tahun 1918 dengan nama Padvinder Muhammadiyah di Yogyakarta yg kemudian diganti dengan nama Hizbul Wathan (HW) pada tahun 1920, sehingga HW berkembang di seluruh nusantara .
Latihan rutin HW meliputi baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga, kemudian ditambah dengan PPPK dan kerohanian. Banyak pemuda yang tertarik sehingga pengikut latihan semakin banyak. Hal itu sampai pada tahun 1942.
Selama pendudukan Jepang dan perang kemerdekaan (1942 sd 1950), kepanduan HW terpaksa tidak aktif.
Th. 1950 Kepanduan HW diaktifkan kembali hingga tahun 1961. Th. 1961, dengan adanya Kepres No. 238 Th 1961, semua pandu-pandu di Indonesia melebur menjadi “PRAMUKA” termasuk juga HW.
Era reformasi telah mengubah pandangan dari sentralisasi menjadi desentralisasi, Oleh karena itu PP Muhammadiyah membangkitkan kembali HW pada 18 November 1999.
Tahun 1999 dimulailah tahap sosialisasi HW kembali ke suluruh pimpinan-pimpinan Muhammadiyah baik di Tingkat Wilayah, Daerah, Cabang maupun Ranting.
Tahun 2005 bulan Desember diadakan Muktamar HW Pertama di Yogyakarta. Dengan semangat baru HW berhasil mensosialisasikan HW di seluruh Tanah Air Indonesia .
Sebagai contoh Jawa Tengah dari 36 Kabupaten, 34 Kabupatennya sudah mempunyai Kwartir Daerah.
Dimana Organisasi HW?
Struktur organisasi Gerakan Kepanduan HW disejajarkan dg Persyarikatan Muhammadiyah:
Tingkat Pusat disebut Kwartir Pusat.
Tingkat Wilayah disebut Kwartir Wilayah.
Tingkat Daerah disenbut Kwartir Daerah.
Tingkat Cabang disebut Kwartir Cabang.
Tingkat Ranting disebut Qabilah
Tingkat Wilayah disebut Kwartir Wilayah.
Tingkat Daerah disenbut Kwartir Daerah.
Tingkat Cabang disebut Kwartir Cabang.
Tingkat Ranting disebut Qabilah
Qabilah merupakan pimpinan terdepan, yang langsung mengkoordinir satuan-satuan anak didik. Ranting dalam setiap cabang baik itu Athfat. Pengenal, Penghela dan Penuntun menjadi satu Qobilah, sehingga tingkatan-tingkatan tersebut mempunyai nama Qobilah yang sama (nama Qobilah tokoh-tokoh Pahlawan Islam)
Organisasi Di Tingkat Peserta Didik?
Athfal (6 – 10 th) = tingkat SD
Pengenal (11 – 16 th) = tingkat SMP
Penghela (17-20 th) = tingkat SMA
Pengenal (11 – 16 th) = tingkat SMP
Penghela (17-20 th) = tingkat SMA
Macam - Macam Tepuk
Tepuk adalah ekspresi sebuah kegembiraan. Di dalam kepanduan tepuk menjadi sebuah metode untuk ice breaker dan pemicu semangat. Tepuk ini bisa dengan tepuk tangan, tepuk paha, hentakan kaki, dll. Beberapa macam - macam bentuk tepuk diantaranya :
Tepuk HW
Aba - Aba : "TEPUK HW"
Pelaksanaan :
xxx
xxx
xxxxxxx
x H x W x Yes
Catatan :
H : teriak "HA" dengan mengepalkan tangan kanan
W : teriak "WE" dengan mengepalkan tangan kiri
Yes : teriak "YE" dengan mengepalkan kedua tangan
Tepuk Kagum
Aba - aba : "TEPUK KAGUM"
Pelaksanaan :
xxx Wow Wow
xxx Keren Keren
xxx Beautiful Men ...
Catatan :
Ekspresikan dengan kekaguman
Tepuk Merpati
Aba - aba : Lemparkan sebuah benda ke atas ...
Pelaksanaan : Semakin tinggi benda itu, tepuk tangan semakin kencang, ketika benda sampai ke tangan kembali maka tepuk tangan berhenti
Tepuk HW
Aba - Aba : "TEPUK HW"
Pelaksanaan :
xxx
xxx
xxxxxxx
x H x W x Yes
Catatan :
H : teriak "HA" dengan mengepalkan tangan kanan
W : teriak "WE" dengan mengepalkan tangan kiri
Yes : teriak "YE" dengan mengepalkan kedua tangan
Tepuk Kagum
Aba - aba : "TEPUK KAGUM"
Pelaksanaan :
xxx Wow Wow
xxx Keren Keren
xxx Beautiful Men ...
Catatan :
Ekspresikan dengan kekaguman
Tepuk Merpati
Aba - aba : Lemparkan sebuah benda ke atas ...
Pelaksanaan : Semakin tinggi benda itu, tepuk tangan semakin kencang, ketika benda sampai ke tangan kembali maka tepuk tangan berhenti
Sejarah Kebangkitan HW
KEBANGKITAN HW
DASAR PEMIKIRAN KEBANGKITAN KEMBALI
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
1. LATAR BELAKANG SEMANGAT KEBANGKITAN
Dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan oleh Persyarikatan Muhammadiyah yang dinyatakan dalam deklarasinya pada tanggal 18 Nopember 1999 atau tanggal 10 Sya’ban 1420 H di Yogyakarta bukan tanpa alasan. Semangat kebangkitan kembali ini telah lama terpèndam, bahkan gaungnya sudah muncul sejak Muktamar Muhammadiyah di Surabaya (1980), di Solo (1985), di Yogyakarta dengan visualisasi pawai alegoris Pandu HW (1990), hingga bergaung pula ketika Muktamar di Aceh (1995).
Kemudian secara nyata semangat kebangkitan ini tercurah pada saat diadakannya reuni nasional Pandu Hizbul Wathan di pada tanggal 21. sd 23 Maret 1996 dihadiri oleh para Pandu HW Wreda dan ada pula perwakilan dari mantan Pandu NA. Sernangat ini ditindaklanjuti dengan pertemuan-pertemuan rutin para Pandu Wreda HW dan NA yang membahas perlunya dibangkitkannya kembali Kepanduan HW dengan mempertimbangkan konsep baru yang selaras dengan kondisi generasi muda masa kini. Akhirnya semangat kebangkitan kembali Pandu HW ini melahirkan persiapan secara formal yang secara kronologis prosesnya sebagai berikut :
Proposal Kebangkitan Kembali Kepanduan HW disampaikan dan dibicarakan dalam Sidang Tanwir Muhammadiyah di Semarang pada bulan Juli 1998.
Sidang Pleno PP Muhammadiyah bulan September 1998. membahas tentang perlunya Kepanduan HW diaktifkan lagi.
Pengurus Pandu Wreda HW dan NA memenuhi undangan temu muka dengan Pengurus PP Muhammadiyah bulan Mei 1999.
Sarasehan dan Lokakarya Nasional yang diselenggarakan di Kampus Universitas Achmad Dahlan Yogyakarta pada tanggal 24 — 25 lull 1999 atau tanggal 11 — 12 Rabiu’tsani 1420 H membicarakan kebangkitan kembali Gerakan Kepanduan HW.
Pertimbangan Kebangkitan Semangat kebangkitan membuahkan pemikiran-pemikiran para anggota Pandu Wreda HW dan NA yang direalisasikan dalam pertemuan-pertemuan memperbincangkan tentang kemanfaatan, kendala, untung-rugi, sumber daya manusia, struktur organisasi, semangat juang insan HW dan NA, respon warga Muhammadiyah dan masyarakat, serta pemikran tentang apa yang harus dilakukan setelah bangkit kembali. Acuan pemikiran bersumber pada bukti sejarah perjalanan. Kepaduan HW, rekaman pengalaman para pemeran Pandu HW dan NA tempo dulu, fakta keberhasilan para tokoh mantan Pandu HW dan NA dalam pemerintahan/ lembaga negara/ masyarakat/ bidang pendidikan pada saat ini serta tantangan kehidupan kaum muda dewasa ini. Selain itu juga evaluasi terhadap eksistensi Pramuka masa kini, khususnya di lingkungan pendidikan sekolah Muhammadiyah, melalui basis pengamatan para pemerhati selama ini
2. KEBANGKITAN KEMBALI KEPANDUAN HW
Pertimbangan pemikiran tentang perlunya Gerakan Kepanduan HW dibangkitkan (diaktifkan) kembali telah melalui proses yang cukup lama. Di situ perlu dikemukakan beberapa hal sebagal hasil kajian pemikiran untuk menjawab beberapa permasalahan :
Tantangan zaman bagi generasi penerus/kader Muhammadiyah pada masa kini.
Eksistensi Gerakan Pramuka di sekolah Muhammadiyah.
Bukti sejarah tentang keberhasilan pendidikan kader Muhammadiyah melalui Kepanduan HW/ NA.
Gerakan Kepanduan HW sebagai wahana pcndidikan untuk melengkapi khasanah model dan bentuk pembinaan kader Muhammadiyah dan kader pemimpin bangsa untuk masa depan.
Era Reformasi adalah era demokrasi dan era pembenahan moral bangsa.
Penjelasan :
a. Tantangan Zaman bagi Generasi Penerus
Lajunya perkembangan IPTEK dan budaya globalisasi di samping memberikan pengaruh pada kemajuan dunia secara positif, ternyata juga memberikan dampak negatif pada kehidupan umat yang berimbas terhadap kehidupari kaum muda sebagai generasi penerus bangsa. Kemajuan teknologi di satu sisi untuk menunjang kesejahteraan hidup umat manusia ternyata dari sisi lain bahkan dapat membuat terpuruknya sebagian dari masyarakat yang lain. Majunya dunia pendidikan untuk memberdayakan bangsa dalam mengejar kemajuan zaman ternyata semakin mahal dan semakin sulit untuk dapat diraih oleh golongan masyarakat bawah. Lapangan kerja yang tersedia ternyata tak mampu menampung kaum muda yang telah menyelesaikan studinya di suatu jenjang pendidikan. Corak kehidupan yang mengharuskan umat selalu dalam keadaan persaingan, perebutan, dan perpacuan ternyata belum dapat memberikan keseimbangannya, dalam memenuhi kebutuhan antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, cita-cita dan kenyataan, sehingga mengakibatkan kaum muda memiliki rasa kecemasan dan kebimbangan untuk menghadapi masa depannya. Bagi kaum muda yang kurang memiliki kepercayaan diri dan tidak memiliki sikap kemandirian (karena kurang banyak diperkenalkan kepada latihan dan pengalaman hidup yang demikian) akan cenderung menempuh jalan pintas untuk memperoleh kepuasan diri dengan tindakan melarikan diri dari alam nyata ke alam maya, atau melakukan tindakantindakan penyelewengan yang tidak etis dan bahkan dapat melakukan perilaku yang tidak bermoral. Kaum muda dari kalangan keluarga Muhammadiyah khususnya, dan kalangan kaum muslimin pada umumnya akhirnya pun dapat terimbas oleh karakter kehidupan masyarakat yang demikian apabila tidak memiliki keimanan dan ketaqwaan yang kuat. Kesibukan kehidupan modern dewasa ini membuat orang tua kurang dapat mengawasi dan membimbing anggota keluarganya secara rnaksimal. Pergaulan di luar rumah/ keluarga baik itu di sekolah maupun di masyarakat kaum muda sudah demikian ragamnya sehingga banyak memberikan pengaruh pada perilakunya. Hal ini apabila mereka tidak cermat dalam mempertimbangkannya, dan tidak dengan kesadaran yang mapan niscaya akan dapat mengakibatkan kesalahan dalam memilihnya Akibatnya mereka akan memperoleh pengaruh yang tidak menguntungkan bagi kehidupannya kelak. Dengan keadaan yang demikian maka terhadap kondisi generasi penurus tersebut dapat diajukan beberapa pertanyaan untuk direnungkan bersama:
1) Masihkah mereka dapat diharapkan untuk menjadi generasi penerus kita?
2) Masihkah mereka memiliki kebanggaan untuk menjadi kader Muhammadiyah dan kader pemimpin umat?
3) Masih adakah peluang untuk memberikan kesempatan bagi mereka belajar mencintai Muhammadiyah, mengenal amal usaha Muhammadiyah, dan menyiapkan diri menjadi kader Muhammadiyah?
4) Bagaimana usaha membawa mereka kepada kesadaran dan kesiapan sebagai generasi penerus kita?
Jawabnya: “Apa salahnya bila Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan yang mampu melibatkan hampir semua kelompok usia, jeujang pendidikan, dan tingkat golongan masyarakat, serta mampu memberikan pelatihan kemandirian bagi kaum muda, dijadikan alternatif dalam melengkapi wahana pendidikan kader tersebut”.
b. Eksistensi Gerakan Pramuka di Sekolah Muhammadiyah
Sebenarnya keberadaan gerakan kepanduan seperti halnya Pramuka di pangkalan sekolah tidaklah perlu dipersoalkan asalkan tidak meninggalkan karakter kepanduannya (scouting). Apabila sekolah dipandang sebagal fasilitas arena/ tempat, dengan pertimbangan sebagai sarana lahan yang dapat menampung kegiatan sejumlah anggotanya untuk bergerak bermain, berlomba, berlatih keterampilan kepanduan (mengingat sarana medan latihan di banyak daerah saat ini tidak selalu mudah didapat karena padatnya pemukiman), serta menjadi fasilitas praktis untuk menghimpun dan menarik minat anggotanya yang didasari oleh kesukarelaan, maka hal itu masih dinilai tidak merusak citra kepanduan. Barulah kita menganggap hal itu menyeleweng dari asas kepanduan apabila gerakan tersebut di sekolah telah terlibat dalam bidang akademiknya, administrasinya serta birokrasinya, sehingga karakter kesukarelaanya menjadi luntur. Melihat kenyataan yang ada pada saat ini kita semua dapat mencermatinya. Seandainya Gerakan Pramuka pada saat ini masih kita anggap tepat diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan sekolah (terutama di lingkungan sekolah Muhammadiyah), marilah kita renungkan pertanyaan-pertanyaan ini :
1) Apa bedanya kegiatan Pramuka di sekolah Muhammadiyah dengan di sekolah Islam sekolah umum lainnya?
2) Mampukah secara efektif kegiatan Pramuka di sekolah Muhammadiyah menyiapkan kader penerus Muhammadiyah?
3) Seberapa besar kemungkinan mendapatkan legalitas Gerakan Pramuka di lingkungan sekolah Muhammadiyah digunakan sebagai media pendidikan ke-Muhammadiyahan seperti halnya Kepanduan HW?
4) Seberapa besar partisipasi dan kepedulian tokoh Muhammadiyah dalam memikirkan muatan visi dan misi Muhammadiyah dalam gerakan Pramuka di lingkungan sekolah Muhammadiyah?
5) Berapa banyak pembina Pramuka di sekolah Muhammadiyah yang memiliki dedikasi terhadap Muhammadiyah dan mampu memanfaatkan gerakan Pramuka sebagai wahana pendidikan ke-Muhammadiyahan?
Apabila jawabannya cenderung menggambarkan :
1). Sama saja, tidak jelas bedanya.
2). Ragu-ragu.
3). Kemungkinannya kecil mengingat Gerakan Pramuka bersifat nasional dan merupakan satu-satunya gerakan bersifat kepanduan di Indonesia RI No. 238 Th 1961 tanggal 20 Mei 1961).
4). Boleh dikata tidak ada secara organisatoris yang ada adalah kepedulian oknum Muhammadiyah yang jumlahnya tidak banyak.
5). Secara individu boleh dikata lumayan ada, tetapi belum mampu ataupun tidak berkesempatan memanfaatkan gerakan Pramuka ini scbagai wahana pendidikan ke- Muhammadiyahan melalui pengalaman kehidupan seperti halnya Gerakan Kepanduan HW maupun NA, karena kebanyakan mereka para pembina belum pernah mengalami dan menghayati aktifitas Kepanduan HW/NA secara nyata.
Jika yang terjadi kenyataannya seperti tersebut dalam jawaban hasil renungan itu, maka dengan demikian dari segi pcmbinaan umat dan kader-kadernya Muhammadiyah sangat merugi. Jika kita tetap berfikir bahwa pembinaan kader penerus amal usaha Muhammadiyah adalah juga pembinaan kader pemimpin bangsa, maka dengan hilangnya pendidikan melalui sistem Kepanduan HW, berarti Muhammadiyah telah kehilangan wahana pendidikan yang efektif.
Dengan respon terhadap kenyataan itu maka sangat ariflah apabila kita berfikir akan pentingnya diaktifkannya kembali Gerakan Kepanduan HW, meskipun masih bermakna kepentingan bagi keluarga Muhammadiyah sendiri, yang sebenarnya pada hakikatnya adalah juga untuk kepentingan negara dan bangsa.
c. Bukti Sejarah tentang Keberhasilan Pendidikan melalui Kepanduan HW/ NA
Kenyataan membuktikan bahwa Gerakan Kepanduan HW masa lalu telah berhasil mencetak putera-puteri terbaiknya tampil menjadi pemimpin bangsa dan pemimpin masyarakat, bahkan yang hingga kini masih nyata berperan baik di lembaga pemerintahan/ negara maupun di masyarakat. Tanpa mengurangi penghargaan kepada yang lain jika di sini kita sebutkan sosok almarhum Sudirman yang hingga memperoleh penghargaañ negara sebagai Panglima Besar TNI. Sampai detik inipun para beliau yang masih memegang tampuk pernerintahan, maupun sebagai tokoh masyarakat, rnasih memiliki rasa kebanggaan tersendiri bila menyebutkan dirinya adalah mantan Pandu HW.
Jika kita bergaul lebih dekat dengan para pemeran dalam kegiatan Kepanduan HW masa lalu yang pada saat ini masib dikaruniai usia panjang, meskipun mereka sudah renta dari segi fisik tetapi masih memiliki semangat hidup yang tinggi untuk selalu berusaha melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan amalan Muhammadiyah yang bersifat keikhlasan sesuai dengan kondisi dan kemampuan bidangnya masing-masing. Walaupun ini berupa kebanggaan nostalgia, tetapi ini adalah merupakan salah satu bukti keberhasilan pendidikan dalam Kepanduan HW. Masih banyak di antara mereka yang saat ini masih mampu menjabat salah satu bagian dari kepengurusan Muhammadiyah baik di tingkat yang paling bawah, maupun di tingkat yang lebih tinggi.
Beberapa peristiwa yang dapat kita hayati dan ungkapan yang memberikan rasa haru serta bangga yang pernah dilontarkan oleh beberapa orang anggota Pandu Wreda HW sebagai bukti semangat juang hasil pendidikan Pandu HW antara lain:
“Meski kita telah wreda, tetapi harus tetap berdaya”
Ungkapan terlontar ketika menjelang reuni oleh salah seorang anggota pada saat rembug panitia. Yang akhirnya diabadikan dalam Hymne HW Wreda.
“Aku arep terus melu baris aku isih kuwat”
“Aku akan terus ikut berbaris, akau masih kuat.”
Ungkapan ini tercetus ketika menjawab himbauan saya, mengingat usia beliau sudah lebih dari 75 tahun, untuk ikut naik kendaraan ketika diadekan pawai rnenyemarakkan reuni nasional HW dari Stadion Mandala Krida ke Gedung PP Muhammadiyah, dan beliau berhasil sampai finish. Beliau pada saat ini telah almarhum.
“Mumpung aku isih urip, aku cak tetep melu main genderang terompet”
(Senyampang aku masih hidup, aku tetap ikutbermian genderang terompet) Ungkapan tercetus ketika minta diijinkan ikut dalam pawai alegoris dalam karnaval peringatan HUT Kemerdekaan RI sebagai salah satu anggota Pasukan Genderang Terompet HW Wreda. Beliau sudah berusia 80 tahun, dan saat makalah ini ditulis beliau masih hidup.
Siapa yang tidak kenal dengan sesepuh Pandu HW Bp. Donowardoyo (alm) yang dikenal dengan narna populernya Pak Don dari Klaten, Jawa Tengah. Meski ketika HW telah berusia sekitar 90 tahun tetapi justru rmasih bersemangat dan aktif membina kaum jompo dengan memberikan ketrampilan untuk hidup.
Sudah barang tentu kami percaya masih akan banyak lagi dapat diungkapkan bukti keberhasilan Muhammadiyah dalam mendidik kader-kadernya melalui Gerakari Kepanduan HW seperti yang dapat kita lihat di Kudus, Ajibarang, Garut, Jakarta, Jawa Timur, Ujung Pandang (Makasar), di wilayah Sumatera dan wilayah-wilayah lainnya. Yang kita rindukan bukan sekedar kenangan Pandu HW dan NA tempo dulu, tetapi bangkitnya kembali Gerakan Kepanduan HW masa kini dan masa depan.
d. Gerakan Kepanduan HW sebagai Bentuk Pendidikan Kader Muharnmadiyah
Dengan mencermati apa yang telah dikemukakan di depan, maka dalam mengatitisipasi situasi dan kondisi umat pada saat ini sesuai dengan tugas amalan dan usaha Muhamrnadiyah, maka dipandang perlu untuk menyelamatkannya kita lakukan upaya. memperluas khasanah model pendidikan yang dipandang efektif. Apa yang pernah kita miliki dan nampak jelas hasilnya, apa salahnya kita manfaatkan lagi dengan segala modifikasinya sesuai dengan zaman sekarang.
Modal yang kita miliki masih adanya generasi tua (NW dan NA wreda) yang masih peduli dalam gerakan ini. Selain itu secara fisik dan kemampuan kita memiliki angkatan muda (keluarga Muhammadiyah maupun simpatisan) yang berketerampilan memandu, yang juga memiliki keikhlasan (kesukarelaan) berbakti demi gcncrasi penerus kita. Karenanya maka dengan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW, Muhammadiyah akan lebih lengkap lagi memiliki wahana pcndidikannya. Meski Kepanduan merupakan arena pendidikan di luar sekolab/ keluarga, tetapi dengan modifikasi bentuk kerja sama tanpa meninggalkan karakter "secouting"-nya. maka Gerakan Kepanduan HW inasa kini dapat dijadikan media kelengkapan pendidikan Muhammadiyah yang menghidupkan hubungan yang harmonis antara pendidikan
informal (keluarga) dan pendidikan formal (sekolah). Hal ini dapat menjadi acuan pertimbangan dibangkitkannya kembali Gerakan Kepanduan HW bagi Muhammadiyah.
Sejarah Lahirnya Hizbul Wathan
SEJARAH SINGKAT PANDU HIZBUL WATHAN
DETIK DETIK LAHIRNYA HW
Pada suatu hari (Ahad) KH. Ahmad Dahlan memanggil beberapa guru Muhammadiyah : Bp. Somodirdjo (Mantri Guru Standart School Suronatan), Bp. Syarbini dari sekolah Muhammadiyah Bausasran dan seorang lagi dari Sekolah Muhammadiyah Kota Gede.
KH. Ahmad Dahlan berkata kira-kira demikian :
“Saya tadi pagi di Solo sepulang dari Tabligh sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun Surakarta melihat anak-anak baris-berbaris, sebagian bermain-main, semuanya berpakaian seragam, baik sekali! Apa itu??”.
Bp. Somodirjo menjelaskan bahwa itu adalah Pandu Mangkunegaran yang namanya JPO (Javaanche Padvinderij Organisatie) ialah suatu gerakan pendidikan anak-anak diluar sekolah dan rumah.
Mendengar keterangan tersebut KH. Ahmad Dahlan menyambut :
“Alangkah baiknya kalau anak-anak keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk leladi menghamba kepada Allah, selanjutnya beliau mengharap kepada para guru untuk mencontoh gerakan pendidikan itu”.
Bp. Somodirdjo dan Bp. Syarbini mempelopori mengadakan persiapan – persiapan akan mengadakan gerakan pendidikan untuk anak-anak diluar sekolah dan rumah. Mula-mula yang digerakkan untuk latihan adalah para guru-guru sendiri dulu. Pendaftaran dimulai dan latihan pun diadakan di SD Muhammadiyah Suronatan tiap Ahad Sore. Latihan meliputi baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga, kemudian ditambah dengan PPPK dan kerohanian. Bp. Syarbini adalah seorang pemuda yang pernah mendapat pendidikan kemiliteran melatih baris-berbaris. Banyak pemuda yang tertarik sehingga pengikut latihan semakin banyak. Akhirnya diadakan penggolongan yakni golongan dewasa dan anak-anak.
PADVINDER MUHAMMADIYAH
Tahun 1918 adalah saat Gerakan Hizbul wathan melangkahkan langkahnya yang pertama dengan nama Padvinder Muhammadiyah. Nama tersebut semakin populer. Untuk pengawasan Gerakan padvinder Muhammadiyah ini diserahkan kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Oleh Muhammadiyah bagian sekolahan tersebut dibentuklah pengurus sebagai berikut :
Ketua : H. Muchtar
Wakil Ketua : H. Hadjid
Sekretaris : Somodirdjo
Keuangan : Abdul Hamid
Organisasi : Siradj Dahlan
Komando : Sjarbini dan Damiri
Untuk memajukan gerakan tersebut, direncanakan akan mengadakan studi ke JPO Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah, bagian sekolahan mengusahakan uniform, kemeja drill kuning dan kemeja drill biru, sedang untuk setangan leher untuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak dijual ialah kacu merah berbintik hitam.
Kedatangan Padvinder Muhammadiyah menggemparkan kota Solo. Di lapangan mangkunegaran diadakan demonstrasi-demonstrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder Muhammadiyah mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungan ke JPO Solo.
NAMA HIZBUL WATHAN
Sepulang dari kunjungan ke JPO Solo tersebut dibicarakan nama dari Padvinder Muhammadiyah. Di rumah Bp. H. Hilal Kauman, RH. Hadjid mengajukan nama yang dianggap cocok pada waktu itu yaitu HIZBUL WATHAN, yang berarti Pembela Tanah Air. Hal ini mengingat adanya pergolakan-pergolakan di luar negeri maupun di dalam negeri yaitu masa berjuang melawan penjajah Belanda.
Nama HIZBUL WATHAN sendiri berasal dari nama kesatuan tentara Mesir yang sedang berperang membela tanah airnya. Dengan kata sepakat nama HIZBUL WATHAN dipakai mengganti nama “Padvinder Muhammadiyah“ tahun 1920.
Kejadian itu bertepatan dengan peristiwa akan turunnya dari tahta Paduka Sri Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat dan akan ikut mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari keraton ke Ambarukmo, diadakan persiapan-persiapan dam latihan. Pada tanggal 30 Januari 1921 barisan HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan VII pindah dari keraton ke Ambarukmo. Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai. Dari saat itulah HW terkenal pada umum. Hal ini ditambah lagi sesudah beberapa hari kemudian HW berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan VIII. Perayaan diadakan di alun-alun utara Yogyakarta. HW turut pula dengan mengadakan demonstrasi dimuka panggung dimana Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya.
HW telah menjadi buah bibir masyarakat. Demikianlah uniform HW mulai dikenal masyarakat. Maka tidak heranlah, kalau kadang-kadang kalau ada anak Belanda atau Cina berpakaian Padvinder (NIPV) dikatakan : “Lho, itu ada HW Landa, Lho itu ada HW Cina”, yang sebetulnya yang dimaksud adalah Padvinder NIPV, bahkan setiap ada anak berpakaian pandu selalu dikatakan Pandu HW.
Pada tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya yang diantar oleh barisan Pandu HW dan Warga Muhammadiyah sampai Stasiun Tugu Yogyakarta. KH. Fachrudin sempat berpesan didepan anggota-anggota HW dengan menanamkan anti penjajah pada anak HW :
“Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil”
Pesan KH. Fachrudin itu ternyata benar, karena beberapa tahun kemudian banyak anggota HW yang memegang senjata pada Zaman Jepang dengan memasuki barisan PETA (Pembela Tanah Air) seperti : Suharto (Presiden), Sudirman (Panglima Besar TNI), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus Anis, dll.
Pesatnya kemajuan HW rupaya mendapat perhatian dari NIPV (perkumpulan kepanduan Hindia belanda sebagai cabang dari kepanduan di Negeri Belanda(NPV)). Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat pengakuan dari Internasional hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut.
HW MENOLAK BERGABUNG DENGAN NIPV
M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang memegang perwakilan NPV telah datang di Yogyakarta menemui pimpinan HW, mengajak supaya HW masuk ke dalam organisasi NIPV. Usaha-usaha Ranelf selaku komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik HW menjadi anggota NIPV sehingga ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, ia mengikuti Konggres Muhammadiyah dari awal sampai dengan selesai.
Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di Yogyakarta oleh wakil NIPV, mengajak HW masuk kedalam organisasi NIPV. HW mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinder. Adapun HW jika dikatakan itu bukan Padvinder, bagi HW tidak keberatan. HW adalah Hizbul Wathan, mau dikatakan itu padvinder atau bukan terserah yang mau mengatakannya.
KH. Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan kepanduan yang bersifat ke Belanda an dan merupakan alat dari penjajah Belanda, sehingga ajakan tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut karena HW sudah mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, dan HW sudah mempunyai induk sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti penjajah, HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.
HW PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
Pada permulaan jaman Jepang HW masih nampak kegiatannya, bahkan ikut pawai yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan UlangTahun Tenno Heika, sedangkan yang memimpin pawai tersebut Bp. Haiban Hadjid. HW terpilih untuk ikut serta dalam pawai tersebut karena HW dalam baris-berbaris terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh karena itu pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai PANDU MILITER.
Kepanduan pada permulaan perndudukan Jepang namapknya akan mendapat kesempatan hidup terus. Namun tidak lama kemudiansecara terang-terangan Jepang melarang berdirinya organisasi-organisasi kepanduan serta pergerakan lainnya.
Sehingga semua pandu-pandu di Indonesia tidak aktif dari kegiatannya.
PADA MASA KEMERDEKAAN
Sesudah proklamasi kemerdekaan timbullah keinginan untuk menghidupkan kembali organisasi kepanduan Indonesia. Sedang bentuk dan sifatnya harus sesuai dengan keadaan, yakni suatu organisasi kepanduan yang bersatu meliputi seluruh Indonesia dan tidak terpecah belah.
Pada akhir bulan September 1945 di Balai Mataram Yogyakarta berkumpullah beberapa orang pemimpin pandu. Dari HW hadir Bp. M. Mawardi dan Bp. Haiban Hadjid.
Pada tanggal 27 – 29 Desember 1945 diadakan konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia yang hadir lebih kurang 300 orang. Termasuk utusan dari HW. Dalam konggres ini dengan suara bulat diputuskan membentuk PANDU RAKYAT INDONESIA.
Anggota pengurus Kwartir Besar Pandu Rakyat Indonesia antara lain : Dr. Mawardi (KBI), Hertog (KBI), Abdul Ghani (HW), Jumadi (HW).
Tahun 1948 terjadilah aksi polisionil ke 2, Belanda menduduki Yogyakarta, Ibu Kota RI.
Konggres pandu Rakyat kedua diselenggarakan di Yogyakarta pada tanggal 20 sampai dengan 22 Januari 1950. Keputusan-keputusan yang dihasilakn dalam konggres Pandu Rakyat Indonesia yaitu antara lain menerima konsepsi baru yang memberi kesempatan kepada bekas pemimpin pandu untuk menghidupkan kembali organisasinya masing-masing.
AMANAT PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN
Pada hari Ahad Legi 19 Desember 1948 Belanda menyerbu dan menduduki Ibu Kota RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil Presiden serta beberapa pemimpin Indonesia lainnya, tetapi bukan berarti RI telah jatuh. Pangsar Jenderal Sudirman (Pandu HW) meskipun dalam keadaan sakit beliau pantang menyerah, keluar kota untuk memimpin perang gerilya.
Pada tanggal 29 Juni 1948 Belanda meninggalkan Yogyakarta dan masuklah tentara RI ke Yogyakarta, yang kemudian terkenal dengan Yogya Kembali. Pangsar Jenderal Sudirman masih dalam keadaan dan dirawat di RS Magelang.
M. Mawardi dan beberapa orang wakil dari Muhammadiyah menengok di RS Magelang. Pada saat itu Jenderal Sudirman mengamanatkan kepada Mawardi selaku Wakil Muhammadiyah agar Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan tempat pendidikan untuk CINTA TANAH AIR didirikan lagi. Di samping itu juga untuk melanjutkan tujuan semula pendirian HW yaitu : sebagai kader Muhammadiyah dalam penyebaran agama Islam. Dikatakan bahwa HW merupakan tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak menjadi seorang pejuang yang cinta tanh air dan sekaligus taat pada agama. Oleh karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan ragu-ragu lagi untuk mendidik putra-putrinya melalui Kepanduan HW.
APEL PERESMIAN BERDIRINYA KEMBALI HW
Untuk melaksanakan amanat Pangsar Jendral Sudirman pada sore hari tanggal 29 Januari 1950 secara simbolis HW mengadakan apel yang dipimpin oleh Bp. Haiban Hadjid untuk meresmikan berdirinya kembali kepanduan Hizbul Wathan, dan pada malam harinya Pangsar TNI Jenderal Sudirman wafat. Oleh karenanya pada waktu itu ada semboyan :
“HW BANGKIT UNTUK MELANJUTKAN KEPEMIMPINAN JENDERAL SUDRIMAN”
Setelah HW resmi berdiri lagi banyaklah anggota Pandu Rakyat yang dulu juga pandu HW masuk kembali ke dalam Hizbul Wathan.
MAJELIS HW
Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan organisasi bagian Muhammadiyah dalam struktur organisasinya tidak dapat dipisahkan dari Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis HW disingkat dengan Majelis HW adalah suatu badan pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang diserahi tugas melaksanakan Pimpinan, usaha Muhammadiyah dalam bidang Ke HW an. Majelis HW adalah sebagai Kwartir Besar HW dan mempunyai Pimpinan langsung ke bawah tingkat daerah, cabang. Anggota Majelis HW terdiri dari anggota Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tentang HW. Mereka ditetapkan dan diberhentikan oleh PP Muhammadiyah.
MAJELIS HW TAHUN 1961
Ketua : MH. Mawardi
Wk/Kb Umum : R. Haiban Hadjid
KB Bag. Lab : HAG Dwidjosuparto
KB Penghela : R. Subiso Sastrowarsito
KB Pengenal : H. Suroso
KB Athfal : Donowardoyo
KB Bag. Latihan : Otong Muchsin
KB Perw. Jakarta : KH. Mansur
Anggota : R. Dawam Marzuki
Bendahara : Hirmas
Sekretaris I : H. Amien Luthfie
Sekretaris II : Achmad Sumitro, BSc
Sekretaris III : Rofiq JA
Pustaka :
Buku Kenang-Kenangan
Reuni Pandu HW Wreda
di Yogyakarta, 14 Januari 1996
AD dan ART Gerakan Kenpanduan Hizbul Wathan
ANGGARAN DASAR
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
MUQADDIMAH
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan Gerakan Islam dan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Tajdid, beraqidah Islam, bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah, bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, bergerak dalam segala bidang kehidupan, antara lain bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi.
Bahwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan harus diperjuangkan secara terus menerus antara lain dengan membina generasi muda yang memiliki aqidah, fisik dan mental kuat, berilmu dan berteknologi serta berakhlaqul karimah.
Allah berfirman :
Yang artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandaimya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.” [Q.S. An Nisaa’ (4): 9]
Bahwa membina dan menggerakkan angkatan muda dengan cara memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempertinggi akhlaq, dan meningkatkan semangat jihad sehingga menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, merupakan bagian dari usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya.
Gerakan kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri.
Dalam mewujudkan cita-cita di atas, pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan 18 November 1999 M, Persyarikata Muhammadiyah membangkitkan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yang dalam seluruh kegiatannya bersemboyan Fastabiqul khairat (berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadaNya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan”. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu” [Q.S.Al-Baqarah (2):148].
Untuk landasan dasar Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan disusunlah Anggaran Dasar sebagai berikut.
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Gerakan kepanduan dalam Muhammadiyah adalah Hizbul Wathan disingkat HW.
Pasal 2
Waktu
HW didirikan di Yogyakarta pada tahun 1336 H. (Hijriyah) / 1918 M (Miladiyah) dan dibangkitkan kembali pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420 H / 18 November 1999 M dan dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H / 2 Februari 2003 untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
(1) Kedudukan pusat HW di tempat kedudukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.
(2) Di Jakarta Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dibentuk perwakilan istimewa Kwartir Pusat HW.
(3) Kegiatan HW diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
BAB II
ASAS, MAKSUD, DAN TUJUAN
Pasal 4
Asas
HW berasas Islam.
Pasal 5
Maksud dan Tujuan
Maksud HW adalah menyiapkan dan membina anak, remaja, dan pemuda yang memiliki aqidah, mental dan fisik, berilmu dan berteknologi serta berakhlaq karimah dengan tujuan untuk terwujudnya pribadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa
BAB III
SIFAT, IDENTITAS, DAN CIRI KHAS
Pasal 6
Sifat
HW adalah sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar lingkungan keluarga dan sekolah, bersifat nasional, terbuka, dan sukarela serta tidak terkait dan tidak berorientasi pada partai politik.
Pasal 7
Identitas
(1) HW adalah kepanduan islami, artinya dalam melaksanakan metode kepanduan adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulia.
(2) HW adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan.
Pasal 8
Ciri Khas
(1) Ciri khas HW hakikatnya adalah bahwa Prinsip Dasar Kepanduan dan Metode Kepanduan yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan yang pelaksanaannya disesuaikan kepentingan, kebutuhan, sutuasi, kondisi maasyarakat, serta kepentingan Persyarikatan Muhammadiyah.
(2) Prinsip Dasar Kepanduan adalah :
a. pengamalan akidah Islamiah;
b. pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam;
c. pengamalan kode kehormatan pandu.
(3) Metode pendidikan :
a. pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu;
b. kegiatan dilakukan di alam terbuka;
c. pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang;
d. penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan;
e. sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri.
BAB IV
USAHA
Pasal 9
Macam-macam usaha
Untuk mencapai maksud dan tujuan, HW berusaha:
1. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepanduan bagi anak, remaja dan pemuda muslim;
2. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepanduan untuk para pelatih, pimpinan dan pemimpin anak didik;
3. mengembangkan HW di seluruh Indonesia;
4. mengadakan kerjasama kelembagaan di dalam dan di luar negeri.
5. memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada Persyarikatan, Tanah air, dan Bangsa;
6. menumbuhkan rasa persaya diri, rasa bertanggung jawab, sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif, disiplin, dan istiqamah;
7. melakukan usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan HW.
BAB V
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN, DAN HAK
Pasal 10
Keanggotaan
Anggota HW adalah warga negara Republik Indonesia, beragama Islam, terdiri dari: anggota biasa, anggota pembina, dan anggota kehormatan.
Pasal 11
Kewajiban dan Hak
(1) Setiap anggota Kepanduan HW mempunyai kewajiban dan hak.
(2) Kewajiban dan hak anggota Kepanduan HW diatur dalam anggaran Rumah Tangga
BAB VI
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 12
Susunan Organisasi
Susunan organisasi HW dari atas ke bawah secara bertingkat sebagai berikut :
1. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara
2. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Cabang ialah kesatuan Qabilah dalam satu Kecamatan
5. Qabilah ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan.
Pasal 13
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan organisasi tingkat Pusat dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
(2) Penetapan organisasi tingkat Wilayah, tingkat Daerah, tingkat Cabang , dan tingkat Qabilah masing-masing dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan Kwartir setingkat di atasnya.
(3) Dalam hal yang luar biasa Kwartir Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
(4) Dalam hal yang luar biasa Kwartir Pusat dapat mengambil keputusan lain
BAB VII
KWARTIR
Pasal 14
Pengertian dan Ketentuan
(1) Kwartir adalah nama sebutan pimpinan pada tingkat Pusat, tingkat Wilayah, tingkat Daerah, dan tingkat Cabang yang dalam melaksanakan kepemimpinan pada tingkat masing-masing bersifat kolektif-kolegial. Sedangkan pada tingkat Qabilah disebut Pimpinan Qabilah.
(2) Kwartir Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar dan di antara calon terpilih dipilih Ketua Umum.
(3) Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah pada tingkatnya masing-masing. Siapa diantara mereka yang terpilih mendapatkan suara terbanyak ditetapkan oleh Musyawarah pada tingkatnya masing-masing menjadi Ketua Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah.
(4) Pengesahan diatur sebagai berikut :
a. Kwartir Pusat dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
b. Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dilakukan oleh Kwartir setingkat di atasnya.
.
Pasal 15
Pemilihan Kwartir
(1) Anggota Kwartir dan Pimpinan Qabilah adalah anggota Muhammadiyah dan anggota HW.
(2) Pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah dapat dilakukan secara langsung atau formatur
Pasal 16
Masa Jabatan dan Serah terima Jabatan
(1) Masa jabatan Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang masing-masing lima tahun.
(2) Serahterima jabatan Kwartir Pusat dilakukan pada waktu Muktamar. Sedangkan serahterima jabatan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dilakukan setelah disahkan oleh Kwartir setingkat di atasnya.
BAB VIII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 17
Muktamar
Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi dalam HW, diselenggarakan oleh Kwartir Pusat, diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Pusat, anggota Tanwir dari Kwartir Wilayah, dan utusan Kwartir Daerah.
Pasal 18
Tanwir
Tanwir adalah permusyawaratan tertinggi dalam HW di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh Kwartir Pusat diadakan sekurang-kurangnya dua kali dalam masa jabatan Kwartir Pusat, serta dihadiri oleh Kwartir Pusat dan anggota Tanwir dari Kwartir Wilayah.
Pasal 19
Muktamar Luar Biasa
Apabila dipandang perlu oleh Kwartir Pusat atau keputusan Tanwir dapat diselenggarakan Muktamar Luar Biasa.
Pasal 20
Musyawarah Wilayah
Musyawarah Wilayah adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Wilayah, diselenggarakan oleh Kwartir Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Wilayah, utusan Kwartir Daerah, dan utusan Kwartir Cabang.
Pasal 21
Musyawarah Daerah
Musyawarah Daerah adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Daerah, diselenggarakan oleh Kwartir Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun serta dihadiri oleh Kwartir Daerah, utusan Kwartir Cabang dan utusan Pimpinan Qabilah .
Pasal 22
Musyawarah Cabang
Musyawarah Cabang adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Cabang, diselenggarakan oleh Kwartir Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Cabang, dan utusan Pimpinan Qabilah.
Pasal 23
Musyawarah Qabilah
Musyawarah Qabilah HW adalah permusyawaratan HW dalam Qabilah, diselenggarakan oleh Pimpinan Qabilah diadakan setiap dua tahun sekali,serta dihadiri Pimpinan Qabilah.
Pasal 24
Peraturan Permusyawaratan
(1) Setiap Musyawarah, baik yang diselenggarakan di tingkat Wilayah, tingkat Daerah, tingkat Cabang maupun di tingkat Qabilah mengundang Kwartir setingkat di atasnya.
(2) Keputusan-keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 17 sampai dengan 23 diambil secara mufakat atau dengan suara terbanyak
BAB XI
RAPAT DAN TANFIDZ
Pasal 25
Rapat Pimpinan
Rapat Pimpinan tingkat Kwartir dan tingkat Pimpinan Qabilah adalah rapat pimpinan pada tingkat Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah untuk membahas masalah mendesak dan kebijakan organisasi.
Pasal 26
Rapat Kerja
Rapat kerja Kwartir dan Pimpinan Qabilah adalah rapat pada tingkat Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah untuk membahas dan memutuskan penyelenggaraan program
Pasal 27
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, Rapat Kwartir dan Pimpinan Qabilah serta Rapat Kerja yang dilakukan oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, Rapat Kwartir dan Pimpinan Qabilah serta Rapat Kerja berlaku sejak ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah.
BAB X
KEKAYAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
Kekayaan
Kekayaan HW diperoleh dari:
(1) Uang pangkal, iuran anggota, dan bantuan yang tidak mengikat.
(2) Zakat, infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf.
(3) Usaha lain yang halal dan sah.
Pasal 29
Pengawasan
(1) Untuk mengawasi gerak dan langkah organisasi diadakan sistem pengawasan.
(2) Pengawasan meliputi: sumber daya manusia, keuangan, dan harta kekayaan organisasi.
(3) Pembentukan, kedudukan, tugas, dan wewenang pengawas diatur dalam peraturan tersendiri.
BAB XI
LAMBANG, SIMBOL, BENDERA, MARS, DAN HIMNE
Pasal 30
Lambang dan Simbol
(1) Lambang HW adalah lingkaran matahari bersinar utama dua belas dan di tengahnya tertulis inisial HW.
(2) Simbol HW adalah sekuntum bunga melati dengan pita di bawahnya yang bertuliskan
“Fastabiqul Khairat”
Pasal 31
Bendera
Bendera resmi HW berbentuk empat persegi panjang, dengan perbandingan lebar dan panjangnya dua banding tiga, di dalamnya berisi enam garis hijau dan lima garis kuning mendatar berselang-seling. Di sudut kiri atas terdapat lambang HW berwarna putih di atas dasar persegi panjang hijau.
Pasal 32
Mars dan Himne
HW mempunyai Mars dan Himne yang menyatakan jati diri dan perjuangannya dalam bentuk lirik lagu yang bernada dan berirama.
BAB XII
KODE KEHORMATAN
Pasal 33
Janji dan Undang-Undang Pandu
(1) Kode kehormatan merupakan janji, semangat, dan akhlak pandu HW, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
(2) Kode kehormatan pandu HW adalah janji pandu HW dan undang-undang pandu HW.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 34
Penetapan Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Perubahan Anggaran Rumah Tangga diputuskan dan disahkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat HW.
BAB XIV
ANGGARAN DASAR
Pasal 35
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan dalam Muktamar yang mengagendakan acara Perubahan Anggaran Dasar, atas usul Tanwir, yang dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Kwartir Wilayah yang ada.
(2) Perubahan Anggaran Dasar diputuskan oleh Muktamar.
BAB XV
PEMBUBARAN
Pasal 36
Pembubaran
(1) HW hanya dapat dibubarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
(2) Jika HW dibubarkan, kekayaan organisasi akan diserahkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 37
Penutup
(1) Hal-hal yang belum disebut dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan Buku Peraturan Dasar, atau petunjuk lain yang akan ditetapkan kemudian.
(2) Anggaran Dasar ini disahkan dan diputuskan oleh Muktamar I hizbul Wathan di Yogyakarta pada tanggal 27-29 Dzulqa’dah 1426 H bertepatan dengan tanggal 29-31 Desember 2005 M dan dinyatakan berlaku sejak ditanfidzkan.
(3) Anggaran Dasar ini sebagai pengganti Anggaran Dasar sebelumnya yang dinyatakan tidak berlaku lagi.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT
Pasal 1
Nama
(1) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, disingkat HW, adalah organisasi kepanduan dalam Muhammadiyah.
(2) Sebagai satu gerakan, berarti setiap anggota harus aktif mengamalkan dan menyebar-luaskan maksud dan tujuan HW.
(3) Arti Hizbul Wathan adalah Pembela Tanah Air.
Pasal 2
Waktu
(1) HW didirikan di Yogyakarta tahun 1336 Hijriyah / 1918 Miladiyah.
(2) Pada tahun 1943 bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, HW dibubarkan oleh Pemerintah Penjajahan Jepang.
(3) Pada tanggal 29 Januari 1950 HW bangkit lagi dengan berbagai perubahan.
(4) Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238/61 tanggal 20 Mei 1961 bersama dengan organisasi kepanduan lainnya HW dilebur menjadi Pramuka.
(5) Pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M. HW dibangkitkan kembali berdasarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 M tanggal 10 Sya’ban 1420 H / 18 November 1999 M dan dipertegas dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 10/KEP/I.O/B/2003 M tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H / 22 Februari 2003 M.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
(1) Kwartir Pusat HW, berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai pimpinan tertinggi HW se Indonesia, memimpin dan menyelenggarakan aktivitasnya dari Yogyakarta
(2) Di Jakarta Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dibentuk perwakilan istimewa Kwartir Pusat HW yang tugasnya ditentukan dan ditetapkan oleh Kwartir Pusat HW.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 4
Anggota Biasa
(1) Anggota Biasa HW adalah peserta didik putera dan puteri yang dikelompokkan menjadi:
a. Athfal berumur 6 sampai 10 tahun.
b. Pengenal berumur 11 sampai 16 tahun.
c. Penghela berumur 17 sampai 20 tahun.
d. Penuntun berumur 21 sampai 25 tahun.
(2) Untuk menjadi anggota HW harus memenuhi syarat dan menempuh tata-cara tertentu yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.
Pasal 5
Anggota Pembina
(1) Anggota pembina HW adalah mereka yang tugas utamanya:
a. melatih Pemimpin dan atau melatih serta memimpin peserta didik;
b. mengelola dan atau memimpin Kwartir atau Qabilah
(2) Anggota Pembina HW terdiri dari Pelatih, Instruktur, Pemimpin Satuan.
(3) Semua anggota Pembina harus dibekali pelatihan yang terkait dengan tugasnya, sesuai dengan pola dan sistem pelatihan di HW.
Pasal 6
Anggota Kehormatan
(1) Anggota Kehormatan adalah para pecinta HW yang karena usia, kesehatan, atau kesibukan kerja tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepanduan.
(2) Anggota Kehormatan terdiri atas :
a. Pandu Wreda HW dan Pandu Wreda NA (Nasyiatul `Aisyiyah)
b. Orang yang berjasa dalam pengembangan HW
c. Simpatisan HW.
(3) Untuk dapat menjadi Anggota Kehormatan, mereka didaftar atas rekomendasi Pimpinan Kwartir ataupun Pimpinan Qabilah yang bersangkutan.
Pasal 7
Kewajiban dan Hak
(1) Setiap anggota biasa dan anggota pembina HW berkewajiban untuk:
a. menjunjung tinggi dan mengamalkan Kode Kehormatan HW;
b. mentaati semua peraturan yang berlaku di lingkungan HW;
c. memakai seragam HW pada saat pelatihan, upacara, dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar;
d. membayar iuran anggota yang jumlahnya ditentukan oleh Kwartir ;
(2) Setiap anggota biasa seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini, mempunyai hak:
a. mendapat kartu tanda anggota,
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan,
c. menyampaikan pendapat,
d. memilih dan dipilih.
(3) Setiap Anggota Kehormatan memiliki hak:
a. mendapat kartu tanda anggota,
b. mengeluarkan pendapat.
Pasal 8
Pemberhentian
(1) Anggota HW berhenti:
a. atas permintaan sendiri
b. meninggal dunia
c. diberhentikan dengan keputusan kwartir yang mengangkatnya
(2) Anggota HW dapat diberhentikan apabila:
a. melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ataupun Peraturan HW lainnya;
b. melakukan tindak pidana
(3) Sebelum diberhentikan, yang bersangkutan diberi peringatan lisan dan tertulis. Surat peringatan diberikan sebanyak tiga kali dengan selang waktu masing-masing satu bulan.
(4) Usul pemberhentian dilakukan oleh Kwartir atau Qabilah kepada Kwartir setingkat diatasnya.
Pasal 9
Pembelaan
Anggota HW yang diberhentikan dapat mengajukan pembelaan dalam Musyawarah ataupun Muktamar terdekat.
Pasal 10
Rehabilitasi
(1) Anggota HW yang diberhentikan berdasarkan pasal 8 ayat (2) ART ini dapat mengajukan permohonan menjadi anggota HW kembali setelah memperbaiki kesalahannya.
(2) Penerimaan kembali anggota HW yang berhenti sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan c dilakukan dengan persetujuan Kwartir atau Qabilah yang mengangkatnya.
BAB III
KWARTIR
Pasal 11
Kwartir Pusat
(1) Kwartir Pusat memimpin gerakan kepanduan HW tingkat nasional.
(2) Kwartir Pusat menetapkan kebijakan HW berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir.
(3) Kwartir Pusat membuat pedoman kerja, pembagian tugas, dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Pusat sekurang-kurangnya tiga belas orang, dan apabila diperlukan dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar HW untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(6) Di antara calon terpilih, Ketua Umum dipilih dan ditetapkan dengan cara musyawarah mufakat.
(7) Jabatan Ketua Umum Kwartir Pusat dapat dijabat oleh orang yang sama, sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Umum Kwartir Pusat berhalangan tetap, Kwartir Pusat mengusulkan kepada Tanwir untuk menentukan penggantinya. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Kwartir Pusat yang berhalangan tetap, dijabat oleh salah satu seorang ketua berdasarkan keputusan rapat Kwartir Pusat.
(9) Ketua Umum, Ketua, Sekretaris Umum, Sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Pusat.
Pasal 12
Kwartir Wilayah
(1) Kwartir Wilayah memimpin HW di tingkat wilayah.
(2) Kwartir Wilayah menetapkan kebijakan HW dalam wilayahnya berdasar kebijakan Kwartir Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah.
(3) Kwartir Wilayah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Wilayah sekurang-kurangnya sebelas orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Wilayah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah dan disahkan oleh Pimpinan Kwartir Pusat.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Kwartir Wilayah serta disahkan oleh Kwartir Pusat
(7) Jabatabn Ketua Kwartir Wilayah dapat dijabat oleh orang yang sama, sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Kwartir Wilayah berhalangan tetap, Wakil Ketua ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Kwartir Wilayah sampai berlangsungnya Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah.
(9) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Wilayah.
Pasal 13
Kwartir Daerah
(1) Kwartir Daerah memimpin HW di tingkat Daerah.
(2) Kwartir Daerah menetapkan kebijakan HW dalam daerahnya berdasarkan kebijakan Kwartir diatasnya, keputusan Musyawarah Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Daerah.
(3) Kwartir Daerah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Daerah sekurang-kurangnya sembilan orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Daerah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah dan disahkan oleh Kwartir Wilayah.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan oleh Musyawarah Daerah sebagai Ketua Kwartir Daerah dan disahkan oleh kwartir Wilayah.
(7) Ketua Kwartir Daerah dapat dijabat oleh orang yang sama sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Kwartir Daerah berhalangan tetap, wakil ketua ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Kwartir Daerah sampai berlangsungnya Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Daerah.
(9) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Daerah.
Pasal 14
Kwartir Cabang
(1) Kwartir Cabang memimpin HW di tingkat Cabang.
(2) Kwartir Cabang menetapkan kebijakan HW dalam Cabangnya berdasar kebijakan Kwartir di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Cabang.
(3) Kwartir Cabang membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Cabang sekurang-kurngnya tujuh orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Cabang dan disahkan oleh Kwartir Daerah.
(6) Diantara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Kwartir Cabang.
(7) Jika Ketua Kwartir Cabang berhalangan tetap, Wakil Ketua ditunjuk sebagai pejabat atas putusan rapat Kwartir Cabang sampai berlangsungnya rapat Pimpinan tingkat Kwartir Cabang.
Pasal 15
Pimpinan Qabilah
(1) Pimpinan Qabilah memimpin HW di tingkat Qabilah.
(2) Pimpinan Qabilah menetapkan kebijakan HW berdasar kebijakan Kwartir di atasnya, keputusan Musyawarah Qabilah dan Rapat Pimpinan Tingkat Qabilah.
(3) Pimpinan Qabilah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Pimpinan Qabilah sekurang-kurngnya lima orang, dan dapat menambah sesuai kebutuhan organisasi.
(5) Pimpinan Qabilah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Qabilah dan disahkan oleh Kwartir Cabang.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Qabilah.
(7) Jika Ketua Qabilah berhalangan tetap, salah seorang anggota Pimpinan Qabilah ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Pimpinan Qabilah sampai berlangsungnya Rapat PimpinanTingkat Qabilah.
Pasal 16
Pemilihan Kwartir
(1) Syarat anggota Kwartir dan Pimpinan Qabilah :
a. taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam;
b. setia pada prinsip-prinsip dasar HW;
c. dapat menjadi teladan dalam HW;
d. memiliki kecakapan dan kemampuan untuk menjalankan tugas;
e. telah menjadi anggota Muhammadiyah dan HW.
(2) Pemilihan Kwartir dan Qabilah dapat dilakukan secara langsung ataupun dengan formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(3) Pelaksanaan pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan :
a. Panitia Pemilihan Kwartir Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat.
b. Panitia Pemilihan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang ditetapkan oleh Rapat Pimpinan pada tingkatnya masing-masing atas usul Kwartir pada tingkatnya.
c. Panitia Pemilihan Pimpinan Qabilah ditetapkan oleh Rapat Pimpinan tingkat Pimpinan Qabilah.
d. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan.
(4) Pelaksanaan pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah diatur berdasarkan tata tertib pemilihan dengan ketentuan :
a. Tata tertib Pemilihan Kwartir Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat
b. Tata tertib Pemilihan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang ditetapkan oleh Rapat Pimpinan pada tingkatnya masing-masing atas usul Kwartir pada tingkatnya.
c. Tata tertib Pemilihan Pimpinan Qabilah atas usul Pimpinan Qabilah.
Pasal 17
Masa Jabatan
(1) Masa jabatan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang sama dengan masa jabatan Kwartir Pusat. Khusus untuk Pimpinan Qabilah masa jabatannya dua tahun.
(2) Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah yang telah habis masa jabatannya tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah terima dengan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah yang baru.
BAB IV
PERMUSYAWARATAN
Pasal 18
Muktamar
(1) Muktamar HW diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin Kwartir Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Kwartir Pusat.
(3) Muktamar dihadiri oleh:
a. Utusan
1) Kwartir Pusat
2) Ketua Kwartir Wilayah
3) Dua orang anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah
4) Ketua Kwartir Daerah
5) Tiga orang wakil Kwartir Daerah
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Pusat.
(4) Acara Muktamar adalah:
a. Laporan Kwartir Pusat.
b. Program kerja
c. Pemilihan Kwartir Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. .Hal-hal lain yang bersifat mendasar.
e. Usul-usul
(5) Setiap Utusan Muktamar mempunyai hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Muktamar berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat paling lambat dua bulan sesudah Muktamar.
(7) Pada waktu berlangsungnya Muktamar dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran jalannya Muktamar.
Pasal 19
Tanwir
(1) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Pusat
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Kwartir pusat.
(3) Peserta Tanwir terdiri atas :
a. Utusan
1) Kwartir Pusat.
2) Ketua Kwartir Wilayah
3) Dua orang anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah yang dipilih oleh Musyawarah Wilayah atau Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah
b. Peninjau yang diundang oleh Kwartir Pusat.
(4) Acara Tanwir
a. Laporan Kwartir Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah-masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai Muktamar
d. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan Tanwir memiliki hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Tanwir berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat paling lambat dua bulan setelah Tanwir.
(7) Pada waktu berlangsungnya Tanwir dapat diselenggarakan acara lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran Tanwir.
Pasal 20
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara, peserta Muktamar Luar Biasa sama dengan ketentuan dalam Muktamar.
Pasal 21
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Kwartir Wilayah.
(3) Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Utusan
1) Kwartir Wilayah;
2) Ketua Kwartir Daerah;
3) Tiga orang wakil Kwartir Daerah;
4) Ketua Kwartir Cabang
5) Satu orang wakil Kwartir Cabang
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Wilayah.
(4) Acara Musyawarah Wilayah
a. Laporan Kwartir Wilayah
b. Program Kerja.
c. Pemilihan Kwartir Wilayah dan penetapan ketuanya.
d. Pemilihan anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah
e. Masalah HW dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Setiap utusan Musyawarah Wilayah mempunyai hak suara, dan bicara, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Wilayah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Wilayah paling lambat satu setengah bulan setelah Musyawarah Wilayah.
(7) Pada waktu Musyawarah Wilayah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Wilayah.
Pasal 22
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Kwartir Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Kwartir Daerah.
(3) Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Utusan
1) Kwartir Daerah
2) Ketua Kwartir Cabang
3) Dua orang wakil Kwartir Cabang
4) Ketua Qabilah
5) Satu orang wakil Qabilah
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Daerah.
(4) Acara Musyawarah Daerah adalah:
a. Laporan Kwartir Daerah.
b. Program Kerja.
c. Pemilihan Kwartir Daerah dan penetapan Ketua.
d. Masalah HW dalam Daerah
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Daerah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Daerah paling lambat satu bulan setelah Musyawarah Daerah.
(7) Pada waktu Musyawarah Daerah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Daerah.
Pasal 23
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Kwartir Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Kwartir Cabang.
(3) Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
i. Utusan
1) Kwartir Cabang
2) Ketua Qabilah
3) Tiga orang wakil Qabilah
ii. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Cabang.
(4) Acara Musyawarah Cabang :
a. Laporan Kwartir Cabang.
b. Program Kerja
c. Pemilihan Kwartir Cabang dan penetapan Ketua.
d. Masalah HW dalam Cabang
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Cabang berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Cabang paling lambat satu bulan setelah Musyawarah Cabang.
(7) Pada waktu Musyawarah Cabang dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Cabang.
Pasal 24
Musyawarah Qabilah
(1) Musyawarah Qabilah diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Qabilah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Qabilah ditetapkan oleh Pimpinan Qabilah.
(3) Peserta Musyawarah Qabilah terdiri atas:
a. Utusan
1) Pimpinan Qabilah
2) Pimpinan Satuan
b. Peninjau, yang diundang oleh Qabilah.
(4) Acara Musyawarah Qabilah :
a. Laporan Qabilah.
b. Program Kerja
c. Pemilihan Pimpinan Qabilahdan penetapan Ketua
d. Masalah HW dalam Qabilah
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Qabilah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Qabilah paling lambat setengah bulan setelah Musyawarah Qabilah.
(7) Pada waktu Musyawarah Qabilah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Qabilah.
Pasal 25
Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan Keputusan Muktamar, Tanwir, Muktamar Luar Biasa, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Qabilah, Rapat Pimpinan, dan rapat-rapat lainnya diusahakan dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak.
(3) Pemungutan suara dapat dilakukah secara terbuka atau tertutup/rahasia.
BAB V
RAPAT
Pasal 26
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan pada tingkat Kwartir (Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan tingkat Qabilah diselengarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah sekurang-kurangnya satu kali dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata tertib, dan susunan acara Rapat Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara.
(3) Acara Rapat Pimpinan :
a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan
b. Masalah mendesak
c. Masalah kebijakan organisasi
d. Usul-usul
(4) Peserta Rapat Pimpinan
a. Tingkat Kwartir Wilayah
1). Utusan
a). Kwartir Wilayah
b). Ketua Kwartir Daerah
c). Tiga orang wakil Kwartir Daerah
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Wilayah
b. Tingkat Kwartir Daerah
1). Utusan
a) Kwartir Daerah
a) Ketua Kwartir Cabang
b) Dua orang wakil Kwartir Cabang
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Daerah
c. Tingkat Kwartir Cabang
1). Utusan
Kwartir Cabang
a) Ketua Kwartir Cabang
b) Ketua Pimpinan Qabilah
c) Dua orang wakil Pimpinan Qabilah
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Cabang
d. Tingkat Pimpinan Qabilah
1). Utusan
a) Pimpinan Qabilah
b) Pimpinan Satuan
2). Peninjau yang diundang oleh Pimpinan Qabilah.
(5) Setiap utusan Rapat Pimpinan pada masing-masing tingkat tersebut mempunyai hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Rapat Pimpinan pada masing-masing tingkat tersebut berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah.
Pasal 27
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja Kwartir (Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan Pimpinan Qabilah diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah.
(2) Rapat Kerja Kwartir (Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang) untuk membahas pelaksanaan program dan diselenggarakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu masa jabatan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan Qabilkah untuk membahas pelaksanaan program dan diselenggarakan sekurang-kurangnya satu kali dalam masa jabatan.
(4) RapatKerja tersebut dihadiri oleh :
a. Tingkat Kwartir Pusat
1) Kwartir Pusat
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Wilayah
b. Tingkat Kwartir Wilayah
1) Kwartir Wilayah
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Daerah
c. Tingkat Kwartir Daerah
1) Kwartir Daerah
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Cabang
d. Tingkat Kwartir Cabang
1) Kwartir Cabang
2) Ketua dan Sekretaris Pimpinan Qabilah
e. Tingkat Pimpinan Qabilah
1) Pimpinan Qabilah
2) Pimpinan Satuan
(5) Keputusan Rapat Kerja berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir (Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan Pimpinan Qabilah.
BAB VI
LAMBANG, SIMBOL, MARS, DAN HIMNE
Pasal 28
Lambang dan Simbol
(1) Lambang Hizbul Wathan adalah lingkaran dengan gambar matahari bersinar utama dua belas dengan monogram HW di tengahnya, yang selanjutnya disebut Lambang HW.
(2) Sinar utama Matahari sebanyak dua belas di dalamnya terdapat monogram HW bermakna bahwa setiap pandu HW diharapkan mampu memancarkan sinar pribadi muslim sehari penuh kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(3) Simbol HW sebagai jati diri adalah lingkaran dengan gambar sekuntum bunga melati yang di bawahnya terdapat pita bertuliskan “Fastabiqul khairat” dalam huruf Arab, yang bermakna “Berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan”
(4) Kuncup Melati dengan daun mahkota berwarna putih bermakna suci, berjumlah lima helai bermakna rukun Islam. Daun kelopak berjumlah enam bermakna Rukun Iman. Dua lembar daun berarti dua kalimah Syahadat, ditopang oleh selembar pita berbentuk mulut tertawa, artinya Pandu itu selalau bahagia, dalam pita bertuliskan fastabiqul khairat (dengan tulisan arab) yang artinya berlomba-lomba dalam kebajikan.
Pasal 29
Bendera
(1) Bendera resmi HW berbentuk empat persegi panjang dengan perbandingan lebar dan panjangnya dua banding tiga, di dalamnya berisi enam garis hijau dan lima garis kuning berselang-seling. Di sudut sebelah kiri atas terdapat lambang HW berwarna putih di atas dasar persegi panjang hijau, dengan ukuran lebar dan panjang, masing-masing sepertiga lebar dan sepertiga panjang bendera.
(2) Garis hijau berjumlah enam bermakna Rukun Iman, dan garis kuning berjumlah lima bermakna Rukun Islam.
(3) Ukuran bendera resmi sama untuk seluruh tingkatan dan qabilah, yaitu 90 cm. X 135 cm.
(4) Bendera Penghela, Pengenal, Athfal disesuaikan dengan ciri khas dan kebanggaan masing-masing.
Pasal 30
Mars dan Himne Pandu HW.
(1) Mars resmi HW adalah “MARS HW”.
(2) Himne HW adalah ”HIZBUL WATHAN PANDUKU”.
BAB VIII
PAKAIAN SERAGAM DAN ATRIBUT
Pasal 31
Pakaian Seragam
(1) Sebagai gerakan kepanduan untuk anak, remaja dan pemuda, pandu HW memiliki pakaian seragam yang berfungsi untuk menyatakan jati diri, memperkuat jiwa karsa, menambah daya tarik, mengendalikan disiplin, menjalin kebersamaan, dan mencerminkan kerapian.
(2) Sesuai dengan ciri pandu HW, maka seragam tersebut harus memenuhi norma agama, pendidikan, berdaya tarik bagi anak didik, cocok untuk kegiatan di lapangan, selaras dengan perkembangan zaman, dan mengandung makna.
(3) Ketentuan umum pakaian seragam, warnanya sama sedangkan modelnya disesuaikan untuk berbagai kelompok anak didik, jabatan, laki-laki dan perempuan.
(4) Warna sama yang dimaksud adalah:
a. Baju/blouse : khaki tua.
b. Celana/Rok : biru tua
c. Tutup kepala : disesuaikan dengan kelompok dan jabatan
d. Setangan leher: hijau tua.
e. Ikat pinggang : warna hitam/coklat
f. Sepatu : hitam
(3) Di samping pakaian seragam baku, dapat diadakan pakaian tambahan yang lebih cocok untuk kegiatan lapangan maupun keperluan lainnya.
.
Pasal 32
Atribut
(1) Atribut adalah tanda-tanda yang dikenakan oleh anggota pandu untuk menunjukkan jabatan, jenjang, tingkat kecakapan, satuan, dan daerah.
(2) Model, bentuk dan warna atribut harus menarik, anggun, dan membanggakan.
BAB VIII
KODE KEHORMATAN
Pasal 33
Kode Kehormatan Umum
(1) Kode Kehormatan Pandu HW merupakan jiwa, semangat, dan keterikatan sebagai Pandu, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
(2) Kode Kehormatan Pandu HW terdiri atas Janji dan Undang-Undang HW.
a. Janji Pandu diucapkan secara sukarela oleh calon anggota ketika dilantik menjadi anggota dan merupakan komitmen awal untuk mengikatkan diri dalam menetapi dan menepati janji tersebut.
b. Undang-Undang Pandu merupakan ketentuan moral untuk dijadikan kebiasaan diri dalam bersikap dan berperilaku sebagai warga masyarakat yang berakhlaq mulia
(3) Pengucapan Janji selalu diawali dengan basmalah, disambung dengan dua kalimat syahadat berikut artinya.
(4) Kode Kehormatan Pandu HW, diucapkan pada saat pelantikan anggota, pelatihan, dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.
(5) Kode Kehormatan merupakan landasan pembinaan anggota untuk mencapai maksud dan tujuan HW.
Pasal 34
Kode Kehormatan bagi Pandu Athfal
(1) Janji Athfal:
Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh:
Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah.
Dua, selalu menurut Undang-Undang Athfal dan setiap hari berbuat kebajikan.
(2) Undang-Undang Athfal:
Satu, Athfal itu selalu setia dan berbakti pada ayah dan bunda
Dua, Athfal itu selalu berani dan teguh hati.
Pasal 35
Kode Kehormatan bagi Pandu Pengenal,
Penghela, dan Penuntun
(1) Janji Pandu HW.
Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh:
Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah, Undang-Undang dan Tanah Air.
Dua, menolong siapa saja semampu saya.
Tiga, setia menepati Undang-Undang Pandu HW.
(2) Undang-Undang Pandu Hizbul Wathan.
Undang-Undang Pandu HW:
Satu , Hizbul Wathan selamanya dapat dipercaya.
Dua , Hizbul Wathan setia dan teguh hati.
Tiga , Hizbul Wathan siap menolong dan wajib berjasa.
Empat , Hizbul Wathan cinta perdamaian dan persaudaraan.
Lima , Hizbul Wathan sopan santun dan perwira.
Enam , Hizbul Wathan menyayangi semua makhluk.
Tujuh , Hizbul Wathan siap melaksanakan perintah dengan ikhlas.
Delapan , Hizbul Wathan sabar dan bermuka manis.
Sembilan , Hizbul Wathan hemat dan cermat.
Sepuluh , Hizbul Wathan suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
AD dan ART Hizbul Wathan ditanfiz berdasarkan :
SURAT KEPUTUSAN
KWARTIR PUSAT GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
No : 009/SK/B.U/Kwarpus/II/2006
Ditetapkan di Yogyakarta, 29 Muharram 1427 H
28 Februari 2006 M
Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Ttd. Ttd.
HILMAN NAJIB M.BACHRUN NAWAWI
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
MUQADDIMAH
Bismillaahirrahmaanirrahiimi
Persyarikatan Muhammadiyah merupakan Gerakan Islam dan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, dan Tajdid, beraqidah Islam, bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah, bertujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, bergerak dalam segala bidang kehidupan, antara lain bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi.
Bahwa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan harus diperjuangkan secara terus menerus antara lain dengan membina generasi muda yang memiliki aqidah, fisik dan mental kuat, berilmu dan berteknologi serta berakhlaqul karimah.
Allah berfirman :
Yang artinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandaimya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mengucapkan perkataan yang benar.” [Q.S. An Nisaa’ (4): 9]
Bahwa membina dan menggerakkan angkatan muda dengan cara memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempertinggi akhlaq, dan meningkatkan semangat jihad sehingga menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa, merupakan bagian dari usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya.
Gerakan kepanduan Hizbul Wathan sebagai organisasi otonom, mempunyai visi dan mengemban misi Muhammadiyah dalam pendidikan anak, remaja, dan pemuda, sehingga mereka menjadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa.
Kepanduan Hizbul Wathan adalah sistem pendidikan di luar keluarga dan sekolah untuk anak, remaja, dan pemuda dilakukan di alam terbuka dengan metode yang menarik, menyenangkan dan menantang, dalam rangka membentuk warga negara yang berguna dan mandiri.
Dalam mewujudkan cita-cita di atas, pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan 18 November 1999 M, Persyarikata Muhammadiyah membangkitkan kembali Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, yang dalam seluruh kegiatannya bersemboyan Fastabiqul khairat (berlomba-lombalah dalam berbuat kebaikan)
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadaNya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan”. Dimana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu” [Q.S.Al-Baqarah (2):148].
Untuk landasan dasar Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan disusunlah Anggaran Dasar sebagai berikut.
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Gerakan kepanduan dalam Muhammadiyah adalah Hizbul Wathan disingkat HW.
Pasal 2
Waktu
HW didirikan di Yogyakarta pada tahun 1336 H. (Hijriyah) / 1918 M (Miladiyah) dan dibangkitkan kembali pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan surat keputusan nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 tanggal 10 Sya’ban 1420 H / 18 November 1999 M dan dipertegas dengan surat keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 10/Kep/I.O/B/2003 tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H / 2 Februari 2003 untuk waktu yang tidak ditentukan.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
(1) Kedudukan pusat HW di tempat kedudukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.
(2) Di Jakarta Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dibentuk perwakilan istimewa Kwartir Pusat HW.
(3) Kegiatan HW diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
BAB II
ASAS, MAKSUD, DAN TUJUAN
Pasal 4
Asas
HW berasas Islam.
Pasal 5
Maksud dan Tujuan
Maksud HW adalah menyiapkan dan membina anak, remaja, dan pemuda yang memiliki aqidah, mental dan fisik, berilmu dan berteknologi serta berakhlaq karimah dengan tujuan untuk terwujudnya pribadi muslim yang sebenar-benarnya dan siap menjadi kader Persyarikatan, Umat, dan Bangsa
BAB III
SIFAT, IDENTITAS, DAN CIRI KHAS
Pasal 6
Sifat
HW adalah sistem pendidikan untuk anak, remaja, dan pemuda di luar lingkungan keluarga dan sekolah, bersifat nasional, terbuka, dan sukarela serta tidak terkait dan tidak berorientasi pada partai politik.
Pasal 7
Identitas
(1) HW adalah kepanduan islami, artinya dalam melaksanakan metode kepanduan adalah untuk menanamkan aqidah Islam dan membentuk peserta didik berakhlak mulia.
(2) HW adalah organisasi otonom Muhammadiyah yang tugas utamanya mendidik anak, remaja, dan pemuda dengan sistem kepanduan.
Pasal 8
Ciri Khas
(1) Ciri khas HW hakikatnya adalah bahwa Prinsip Dasar Kepanduan dan Metode Kepanduan yang harus diterapkan dalam setiap kegiatan yang pelaksanaannya disesuaikan kepentingan, kebutuhan, sutuasi, kondisi maasyarakat, serta kepentingan Persyarikatan Muhammadiyah.
(2) Prinsip Dasar Kepanduan adalah :
a. pengamalan akidah Islamiah;
b. pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam;
c. pengamalan kode kehormatan pandu.
(3) Metode pendidikan :
a. pemberdayaan anak didik lewat sistem beregu;
b. kegiatan dilakukan di alam terbuka;
c. pendidikan dengan metode yang menarik, menyenangkan, dan menantang;
d. penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan;
e. sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri.
BAB IV
USAHA
Pasal 9
Macam-macam usaha
Untuk mencapai maksud dan tujuan, HW berusaha:
1. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepanduan bagi anak, remaja dan pemuda muslim;
2. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan kepanduan untuk para pelatih, pimpinan dan pemimpin anak didik;
3. mengembangkan HW di seluruh Indonesia;
4. mengadakan kerjasama kelembagaan di dalam dan di luar negeri.
5. memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada Persyarikatan, Tanah air, dan Bangsa;
6. menumbuhkan rasa persaya diri, rasa bertanggung jawab, sikap dan perilaku yang kreatif dan inovatif, disiplin, dan istiqamah;
7. melakukan usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan HW.
BAB V
KEANGGOTAAN, KEWAJIBAN, DAN HAK
Pasal 10
Keanggotaan
Anggota HW adalah warga negara Republik Indonesia, beragama Islam, terdiri dari: anggota biasa, anggota pembina, dan anggota kehormatan.
Pasal 11
Kewajiban dan Hak
(1) Setiap anggota Kepanduan HW mempunyai kewajiban dan hak.
(2) Kewajiban dan hak anggota Kepanduan HW diatur dalam anggaran Rumah Tangga
BAB VI
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 12
Susunan Organisasi
Susunan organisasi HW dari atas ke bawah secara bertingkat sebagai berikut :
1. Pusat ialah kesatuan Wilayah dalam Negara
2. Wilayah ialah kesatuan Daerah dalam satu Propinsi
3. Daerah ialah kesatuan Cabang dalam satu Kota atau Kabupaten
4. Cabang ialah kesatuan Qabilah dalam satu Kecamatan
5. Qabilah ialah kesatuan anggota dalam satu tempat atau kawasan.
Pasal 13
Penetapan Organisasi
(1) Penetapan organisasi tingkat Pusat dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
(2) Penetapan organisasi tingkat Wilayah, tingkat Daerah, tingkat Cabang , dan tingkat Qabilah masing-masing dengan ketentuan luas lingkungannya ditetapkan oleh pimpinan Kwartir setingkat di atasnya.
(3) Dalam hal yang luar biasa Kwartir Pusat dapat mengambil ketetapan lain.
(4) Dalam hal yang luar biasa Kwartir Pusat dapat mengambil keputusan lain
BAB VII
KWARTIR
Pasal 14
Pengertian dan Ketentuan
(1) Kwartir adalah nama sebutan pimpinan pada tingkat Pusat, tingkat Wilayah, tingkat Daerah, dan tingkat Cabang yang dalam melaksanakan kepemimpinan pada tingkat masing-masing bersifat kolektif-kolegial. Sedangkan pada tingkat Qabilah disebut Pimpinan Qabilah.
(2) Kwartir Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar dan di antara calon terpilih dipilih Ketua Umum.
(3) Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah pada tingkatnya masing-masing. Siapa diantara mereka yang terpilih mendapatkan suara terbanyak ditetapkan oleh Musyawarah pada tingkatnya masing-masing menjadi Ketua Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah.
(4) Pengesahan diatur sebagai berikut :
a. Kwartir Pusat dilakukan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah
b. Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dilakukan oleh Kwartir setingkat di atasnya.
.
Pasal 15
Pemilihan Kwartir
(1) Anggota Kwartir dan Pimpinan Qabilah adalah anggota Muhammadiyah dan anggota HW.
(2) Pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah dapat dilakukan secara langsung atau formatur
Pasal 16
Masa Jabatan dan Serah terima Jabatan
(1) Masa jabatan Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang masing-masing lima tahun.
(2) Serahterima jabatan Kwartir Pusat dilakukan pada waktu Muktamar. Sedangkan serahterima jabatan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah dilakukan setelah disahkan oleh Kwartir setingkat di atasnya.
BAB VIII
PERMUSYAWARATAN
Pasal 17
Muktamar
Muktamar adalah permusyawaratan tertinggi dalam HW, diselenggarakan oleh Kwartir Pusat, diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Pusat, anggota Tanwir dari Kwartir Wilayah, dan utusan Kwartir Daerah.
Pasal 18
Tanwir
Tanwir adalah permusyawaratan tertinggi dalam HW di bawah Muktamar, diselenggarakan oleh Kwartir Pusat diadakan sekurang-kurangnya dua kali dalam masa jabatan Kwartir Pusat, serta dihadiri oleh Kwartir Pusat dan anggota Tanwir dari Kwartir Wilayah.
Pasal 19
Muktamar Luar Biasa
Apabila dipandang perlu oleh Kwartir Pusat atau keputusan Tanwir dapat diselenggarakan Muktamar Luar Biasa.
Pasal 20
Musyawarah Wilayah
Musyawarah Wilayah adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Wilayah, diselenggarakan oleh Kwartir Wilayah diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Wilayah, utusan Kwartir Daerah, dan utusan Kwartir Cabang.
Pasal 21
Musyawarah Daerah
Musyawarah Daerah adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Daerah, diselenggarakan oleh Kwartir Daerah diadakan satu kali dalam lima tahun serta dihadiri oleh Kwartir Daerah, utusan Kwartir Cabang dan utusan Pimpinan Qabilah .
Pasal 22
Musyawarah Cabang
Musyawarah Cabang adalah permusyawaratan HW dalam Kwartir Cabang, diselenggarakan oleh Kwartir Cabang diadakan satu kali dalam lima tahun, serta dihadiri oleh Kwartir Cabang, dan utusan Pimpinan Qabilah.
Pasal 23
Musyawarah Qabilah
Musyawarah Qabilah HW adalah permusyawaratan HW dalam Qabilah, diselenggarakan oleh Pimpinan Qabilah diadakan setiap dua tahun sekali,serta dihadiri Pimpinan Qabilah.
Pasal 24
Peraturan Permusyawaratan
(1) Setiap Musyawarah, baik yang diselenggarakan di tingkat Wilayah, tingkat Daerah, tingkat Cabang maupun di tingkat Qabilah mengundang Kwartir setingkat di atasnya.
(2) Keputusan-keputusan Musyawarah tersebut dalam pasal 17 sampai dengan 23 diambil secara mufakat atau dengan suara terbanyak
BAB XI
RAPAT DAN TANFIDZ
Pasal 25
Rapat Pimpinan
Rapat Pimpinan tingkat Kwartir dan tingkat Pimpinan Qabilah adalah rapat pimpinan pada tingkat Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang, dan Pimpinan Qabilah untuk membahas masalah mendesak dan kebijakan organisasi.
Pasal 26
Rapat Kerja
Rapat kerja Kwartir dan Pimpinan Qabilah adalah rapat pada tingkat Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah untuk membahas dan memutuskan penyelenggaraan program
Pasal 27
Tanfidz
(1) Tanfidz adalah pernyataan berlakunya keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, Rapat Kwartir dan Pimpinan Qabilah serta Rapat Kerja yang dilakukan oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah.
(2) Keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah, Rapat Kwartir dan Pimpinan Qabilah serta Rapat Kerja berlaku sejak ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat, Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah.
BAB X
KEKAYAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
Kekayaan
Kekayaan HW diperoleh dari:
(1) Uang pangkal, iuran anggota, dan bantuan yang tidak mengikat.
(2) Zakat, infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf.
(3) Usaha lain yang halal dan sah.
Pasal 29
Pengawasan
(1) Untuk mengawasi gerak dan langkah organisasi diadakan sistem pengawasan.
(2) Pengawasan meliputi: sumber daya manusia, keuangan, dan harta kekayaan organisasi.
(3) Pembentukan, kedudukan, tugas, dan wewenang pengawas diatur dalam peraturan tersendiri.
BAB XI
LAMBANG, SIMBOL, BENDERA, MARS, DAN HIMNE
Pasal 30
Lambang dan Simbol
(1) Lambang HW adalah lingkaran matahari bersinar utama dua belas dan di tengahnya tertulis inisial HW.
(2) Simbol HW adalah sekuntum bunga melati dengan pita di bawahnya yang bertuliskan
“Fastabiqul Khairat”
Pasal 31
Bendera
Bendera resmi HW berbentuk empat persegi panjang, dengan perbandingan lebar dan panjangnya dua banding tiga, di dalamnya berisi enam garis hijau dan lima garis kuning mendatar berselang-seling. Di sudut kiri atas terdapat lambang HW berwarna putih di atas dasar persegi panjang hijau.
Pasal 32
Mars dan Himne
HW mempunyai Mars dan Himne yang menyatakan jati diri dan perjuangannya dalam bentuk lirik lagu yang bernada dan berirama.
BAB XII
KODE KEHORMATAN
Pasal 33
Janji dan Undang-Undang Pandu
(1) Kode kehormatan merupakan janji, semangat, dan akhlak pandu HW, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
(2) Kode kehormatan pandu HW adalah janji pandu HW dan undang-undang pandu HW.
BAB XIII
ANGGARAN RUMAH TANGGA
Pasal 34
Penetapan Anggaran Rumah Tangga
(1) Anggaran Rumah Tangga menjelaskan dan mengatur hal-hal yang tidak diatur dalam Anggaran Dasar.
(2) Perubahan Anggaran Rumah Tangga diputuskan dan disahkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat HW.
BAB XIV
ANGGARAN DASAR
Pasal 35
Perubahan Anggaran Dasar
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilakukan dalam Muktamar yang mengagendakan acara Perubahan Anggaran Dasar, atas usul Tanwir, yang dan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Kwartir Wilayah yang ada.
(2) Perubahan Anggaran Dasar diputuskan oleh Muktamar.
BAB XV
PEMBUBARAN
Pasal 36
Pembubaran
(1) HW hanya dapat dibubarkan oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
(2) Jika HW dibubarkan, kekayaan organisasi akan diserahkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
BAB XVI
PENUTUP
Pasal 37
Penutup
(1) Hal-hal yang belum disebut dalam Anggaran Dasar ini akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga dan Buku Peraturan Dasar, atau petunjuk lain yang akan ditetapkan kemudian.
(2) Anggaran Dasar ini disahkan dan diputuskan oleh Muktamar I hizbul Wathan di Yogyakarta pada tanggal 27-29 Dzulqa’dah 1426 H bertepatan dengan tanggal 29-31 Desember 2005 M dan dinyatakan berlaku sejak ditanfidzkan.
(3) Anggaran Dasar ini sebagai pengganti Anggaran Dasar sebelumnya yang dinyatakan tidak berlaku lagi.
ANGGARAN RUMAH TANGGA
GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
BAB I
NAMA, WAKTU, DAN TEMPAT
Pasal 1
Nama
(1) Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan, disingkat HW, adalah organisasi kepanduan dalam Muhammadiyah.
(2) Sebagai satu gerakan, berarti setiap anggota harus aktif mengamalkan dan menyebar-luaskan maksud dan tujuan HW.
(3) Arti Hizbul Wathan adalah Pembela Tanah Air.
Pasal 2
Waktu
(1) HW didirikan di Yogyakarta tahun 1336 Hijriyah / 1918 Miladiyah.
(2) Pada tahun 1943 bersama dengan organisasi kepanduan lainnya, HW dibubarkan oleh Pemerintah Penjajahan Jepang.
(3) Pada tanggal 29 Januari 1950 HW bangkit lagi dengan berbagai perubahan.
(4) Berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 238/61 tanggal 20 Mei 1961 bersama dengan organisasi kepanduan lainnya HW dilebur menjadi Pramuka.
(5) Pada tanggal 10 Sya’ban 1420 H. bertepatan dengan tanggal 18 November 1999 M. HW dibangkitkan kembali berdasarkan Surat Keputusan PP Muhammadiyah nomor 92/SK-PP/VI-B/1.b/1999 M tanggal 10 Sya’ban 1420 H / 18 November 1999 M dan dipertegas dengan Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 10/KEP/I.O/B/2003 M tanggal 1 Dzulhijjah 1423 H / 22 Februari 2003 M.
Pasal 3
Tempat Kedudukan
(1) Kwartir Pusat HW, berkedudukan di tempat kedudukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagai pimpinan tertinggi HW se Indonesia, memimpin dan menyelenggarakan aktivitasnya dari Yogyakarta
(2) Di Jakarta Ibu Kota Negara Republik Indonesia, dibentuk perwakilan istimewa Kwartir Pusat HW yang tugasnya ditentukan dan ditetapkan oleh Kwartir Pusat HW.
BAB II
KEANGGOTAAN
Pasal 4
Anggota Biasa
(1) Anggota Biasa HW adalah peserta didik putera dan puteri yang dikelompokkan menjadi:
a. Athfal berumur 6 sampai 10 tahun.
b. Pengenal berumur 11 sampai 16 tahun.
c. Penghela berumur 17 sampai 20 tahun.
d. Penuntun berumur 21 sampai 25 tahun.
(2) Untuk menjadi anggota HW harus memenuhi syarat dan menempuh tata-cara tertentu yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.
Pasal 5
Anggota Pembina
(1) Anggota pembina HW adalah mereka yang tugas utamanya:
a. melatih Pemimpin dan atau melatih serta memimpin peserta didik;
b. mengelola dan atau memimpin Kwartir atau Qabilah
(2) Anggota Pembina HW terdiri dari Pelatih, Instruktur, Pemimpin Satuan.
(3) Semua anggota Pembina harus dibekali pelatihan yang terkait dengan tugasnya, sesuai dengan pola dan sistem pelatihan di HW.
Pasal 6
Anggota Kehormatan
(1) Anggota Kehormatan adalah para pecinta HW yang karena usia, kesehatan, atau kesibukan kerja tidak dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan kepanduan.
(2) Anggota Kehormatan terdiri atas :
a. Pandu Wreda HW dan Pandu Wreda NA (Nasyiatul `Aisyiyah)
b. Orang yang berjasa dalam pengembangan HW
c. Simpatisan HW.
(3) Untuk dapat menjadi Anggota Kehormatan, mereka didaftar atas rekomendasi Pimpinan Kwartir ataupun Pimpinan Qabilah yang bersangkutan.
Pasal 7
Kewajiban dan Hak
(1) Setiap anggota biasa dan anggota pembina HW berkewajiban untuk:
a. menjunjung tinggi dan mengamalkan Kode Kehormatan HW;
b. mentaati semua peraturan yang berlaku di lingkungan HW;
c. memakai seragam HW pada saat pelatihan, upacara, dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar;
d. membayar iuran anggota yang jumlahnya ditentukan oleh Kwartir ;
(2) Setiap anggota biasa seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini, mempunyai hak:
a. mendapat kartu tanda anggota,
b. mengikuti pendidikan dan pelatihan,
c. menyampaikan pendapat,
d. memilih dan dipilih.
(3) Setiap Anggota Kehormatan memiliki hak:
a. mendapat kartu tanda anggota,
b. mengeluarkan pendapat.
Pasal 8
Pemberhentian
(1) Anggota HW berhenti:
a. atas permintaan sendiri
b. meninggal dunia
c. diberhentikan dengan keputusan kwartir yang mengangkatnya
(2) Anggota HW dapat diberhentikan apabila:
a. melanggar Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ataupun Peraturan HW lainnya;
b. melakukan tindak pidana
(3) Sebelum diberhentikan, yang bersangkutan diberi peringatan lisan dan tertulis. Surat peringatan diberikan sebanyak tiga kali dengan selang waktu masing-masing satu bulan.
(4) Usul pemberhentian dilakukan oleh Kwartir atau Qabilah kepada Kwartir setingkat diatasnya.
Pasal 9
Pembelaan
Anggota HW yang diberhentikan dapat mengajukan pembelaan dalam Musyawarah ataupun Muktamar terdekat.
Pasal 10
Rehabilitasi
(1) Anggota HW yang diberhentikan berdasarkan pasal 8 ayat (2) ART ini dapat mengajukan permohonan menjadi anggota HW kembali setelah memperbaiki kesalahannya.
(2) Penerimaan kembali anggota HW yang berhenti sebagaimana diatur dalam pasal 8 ayat (1) huruf a dan c dilakukan dengan persetujuan Kwartir atau Qabilah yang mengangkatnya.
BAB III
KWARTIR
Pasal 11
Kwartir Pusat
(1) Kwartir Pusat memimpin gerakan kepanduan HW tingkat nasional.
(2) Kwartir Pusat menetapkan kebijakan HW berdasarkan keputusan Muktamar dan Tanwir.
(3) Kwartir Pusat membuat pedoman kerja, pembagian tugas, dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Pusat sekurang-kurangnya tiga belas orang, dan apabila diperlukan dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Pusat dipilih dan ditetapkan oleh Muktamar HW untuk satu masa jabatan dari calon-calon yang diusulkan oleh Tanwir.
(6) Di antara calon terpilih, Ketua Umum dipilih dan ditetapkan dengan cara musyawarah mufakat.
(7) Jabatan Ketua Umum Kwartir Pusat dapat dijabat oleh orang yang sama, sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Umum Kwartir Pusat berhalangan tetap, Kwartir Pusat mengusulkan kepada Tanwir untuk menentukan penggantinya. Selama menunggu ketetapan Tanwir, Ketua Umum Kwartir Pusat yang berhalangan tetap, dijabat oleh salah satu seorang ketua berdasarkan keputusan rapat Kwartir Pusat.
(9) Ketua Umum, Ketua, Sekretaris Umum, Sekretaris, Bendahara Umum dan Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Pusat.
Pasal 12
Kwartir Wilayah
(1) Kwartir Wilayah memimpin HW di tingkat wilayah.
(2) Kwartir Wilayah menetapkan kebijakan HW dalam wilayahnya berdasar kebijakan Kwartir Pusat, keputusan Musyawarah Wilayah dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah.
(3) Kwartir Wilayah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Wilayah sekurang-kurangnya sebelas orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Wilayah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Wilayah dan disahkan oleh Pimpinan Kwartir Pusat.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Kwartir Wilayah serta disahkan oleh Kwartir Pusat
(7) Jabatabn Ketua Kwartir Wilayah dapat dijabat oleh orang yang sama, sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Kwartir Wilayah berhalangan tetap, Wakil Ketua ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Kwartir Wilayah sampai berlangsungnya Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah.
(9) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Wilayah.
Pasal 13
Kwartir Daerah
(1) Kwartir Daerah memimpin HW di tingkat Daerah.
(2) Kwartir Daerah menetapkan kebijakan HW dalam daerahnya berdasarkan kebijakan Kwartir diatasnya, keputusan Musyawarah Daerah dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Daerah.
(3) Kwartir Daerah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Daerah sekurang-kurangnya sembilan orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Daerah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Daerah dan disahkan oleh Kwartir Wilayah.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan oleh Musyawarah Daerah sebagai Ketua Kwartir Daerah dan disahkan oleh kwartir Wilayah.
(7) Ketua Kwartir Daerah dapat dijabat oleh orang yang sama sebanyak-banyaknya duakali masa jabatan berturut-turut.
(8) Jika Ketua Kwartir Daerah berhalangan tetap, wakil ketua ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Kwartir Daerah sampai berlangsungnya Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Daerah.
(9) Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara ditetapkan untuk menjalankan tugas sehari-hari Kwartir Daerah.
Pasal 14
Kwartir Cabang
(1) Kwartir Cabang memimpin HW di tingkat Cabang.
(2) Kwartir Cabang menetapkan kebijakan HW dalam Cabangnya berdasar kebijakan Kwartir di atasnya, keputusan Musyawarah Cabang, dan Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Cabang.
(3) Kwartir Cabang membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Kwartir Cabang sekurang-kurngnya tujuh orang, dan dapat menambah sesuai dengan kebutuhan organisasi.
(5) Kwartir Cabang dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Cabang dan disahkan oleh Kwartir Daerah.
(6) Diantara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Kwartir Cabang.
(7) Jika Ketua Kwartir Cabang berhalangan tetap, Wakil Ketua ditunjuk sebagai pejabat atas putusan rapat Kwartir Cabang sampai berlangsungnya rapat Pimpinan tingkat Kwartir Cabang.
Pasal 15
Pimpinan Qabilah
(1) Pimpinan Qabilah memimpin HW di tingkat Qabilah.
(2) Pimpinan Qabilah menetapkan kebijakan HW berdasar kebijakan Kwartir di atasnya, keputusan Musyawarah Qabilah dan Rapat Pimpinan Tingkat Qabilah.
(3) Pimpinan Qabilah membuat pedoman kerja, pembagian tugas dan wewenang bagi anggotanya.
(4) Pimpinan Qabilah sekurang-kurngnya lima orang, dan dapat menambah sesuai kebutuhan organisasi.
(5) Pimpinan Qabilah dipilih dan ditetapkan oleh Musyawarah Qabilah dan disahkan oleh Kwartir Cabang.
(6) Di antara calon terpilih yang mendapat suara terbanyak tidak harus ditetapkan sebagai Ketua Qabilah.
(7) Jika Ketua Qabilah berhalangan tetap, salah seorang anggota Pimpinan Qabilah ditunjuk sebagai pejabat atas keputusan rapat Pimpinan Qabilah sampai berlangsungnya Rapat PimpinanTingkat Qabilah.
Pasal 16
Pemilihan Kwartir
(1) Syarat anggota Kwartir dan Pimpinan Qabilah :
a. taat beribadah dan mengamalkan ajaran Islam;
b. setia pada prinsip-prinsip dasar HW;
c. dapat menjadi teladan dalam HW;
d. memiliki kecakapan dan kemampuan untuk menjalankan tugas;
e. telah menjadi anggota Muhammadiyah dan HW.
(2) Pemilihan Kwartir dan Qabilah dapat dilakukan secara langsung ataupun dengan formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(3) Pelaksanaan pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah dilakukan oleh Panitia Pemilihan dengan ketentuan :
a. Panitia Pemilihan Kwartir Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat.
b. Panitia Pemilihan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang ditetapkan oleh Rapat Pimpinan pada tingkatnya masing-masing atas usul Kwartir pada tingkatnya.
c. Panitia Pemilihan Pimpinan Qabilah ditetapkan oleh Rapat Pimpinan tingkat Pimpinan Qabilah.
d. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan.
(4) Pelaksanaan pemilihan Kwartir dan Pimpinan Qabilah diatur berdasarkan tata tertib pemilihan dengan ketentuan :
a. Tata tertib Pemilihan Kwartir Pusat ditetapkan oleh Tanwir atas usul Kwartir Pusat
b. Tata tertib Pemilihan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, dan Kwartir Cabang ditetapkan oleh Rapat Pimpinan pada tingkatnya masing-masing atas usul Kwartir pada tingkatnya.
c. Tata tertib Pemilihan Pimpinan Qabilah atas usul Pimpinan Qabilah.
Pasal 17
Masa Jabatan
(1) Masa jabatan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang sama dengan masa jabatan Kwartir Pusat. Khusus untuk Pimpinan Qabilah masa jabatannya dua tahun.
(2) Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah yang telah habis masa jabatannya tetap menjalankan tugasnya sampai dilakukan serah terima dengan Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah yang baru.
BAB IV
PERMUSYAWARATAN
Pasal 18
Muktamar
(1) Muktamar HW diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin Kwartir Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, susunan acara Muktamar ditetapkan oleh Kwartir Pusat.
(3) Muktamar dihadiri oleh:
a. Utusan
1) Kwartir Pusat
2) Ketua Kwartir Wilayah
3) Dua orang anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah
4) Ketua Kwartir Daerah
5) Tiga orang wakil Kwartir Daerah
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Pusat.
(4) Acara Muktamar adalah:
a. Laporan Kwartir Pusat.
b. Program kerja
c. Pemilihan Kwartir Pusat dan penetapan Ketua Umum
d. .Hal-hal lain yang bersifat mendasar.
e. Usul-usul
(5) Setiap Utusan Muktamar mempunyai hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Muktamar berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat paling lambat dua bulan sesudah Muktamar.
(7) Pada waktu berlangsungnya Muktamar dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran jalannya Muktamar.
Pasal 19
Tanwir
(1) Tanwir diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Pusat
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib dan susunan acara Tanwir ditetapkan oleh Kwartir pusat.
(3) Peserta Tanwir terdiri atas :
a. Utusan
1) Kwartir Pusat.
2) Ketua Kwartir Wilayah
3) Dua orang anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah yang dipilih oleh Musyawarah Wilayah atau Rapat Pimpinan tingkat Kwartir Wilayah
b. Peninjau yang diundang oleh Kwartir Pusat.
(4) Acara Tanwir
a. Laporan Kwartir Pusat
b. Masalah yang oleh Muktamar diserahkan kepada Tanwir
c. Masalah-masalah mendesak yang tidak dapat ditangguhkan sampai Muktamar
d. Masalah yang akan dibahas dalam Muktamar sebagai pembicaraan pendahuluan
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan Tanwir memiliki hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Tanwir berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Pusat paling lambat dua bulan setelah Tanwir.
(7) Pada waktu berlangsungnya Tanwir dapat diselenggarakan acara lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran Tanwir.
Pasal 20
Muktamar Luar Biasa
(1) Muktamar Luar Biasa diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Pusat.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata-tertib, dan susunan acara, peserta Muktamar Luar Biasa sama dengan ketentuan dalam Muktamar.
Pasal 21
Musyawarah Wilayah
(1) Musyawarah Wilayah diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab serta dipimpin oleh Kwartir Wilayah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib dan susunan acara Musyawarah Wilayah ditetapkan oleh Kwartir Wilayah.
(3) Peserta Musyawarah Wilayah terdiri atas:
a. Utusan
1) Kwartir Wilayah;
2) Ketua Kwartir Daerah;
3) Tiga orang wakil Kwartir Daerah;
4) Ketua Kwartir Cabang
5) Satu orang wakil Kwartir Cabang
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Wilayah.
(4) Acara Musyawarah Wilayah
a. Laporan Kwartir Wilayah
b. Program Kerja.
c. Pemilihan Kwartir Wilayah dan penetapan ketuanya.
d. Pemilihan anggota Tanwir wakil Kwartir Wilayah
e. Masalah HW dalam Wilayah
f. Usul-usul
(5) Setiap utusan Musyawarah Wilayah mempunyai hak suara, dan bicara, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Wilayah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Wilayah paling lambat satu setengah bulan setelah Musyawarah Wilayah.
(7) Pada waktu Musyawarah Wilayah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak mengganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Wilayah.
Pasal 22
Musyawarah Daerah
(1) Musyawarah Daerah diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Kwartir Daerah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Daerah ditetapkan oleh Kwartir Daerah.
(3) Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Utusan
1) Kwartir Daerah
2) Ketua Kwartir Cabang
3) Dua orang wakil Kwartir Cabang
4) Ketua Qabilah
5) Satu orang wakil Qabilah
b. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Daerah.
(4) Acara Musyawarah Daerah adalah:
a. Laporan Kwartir Daerah.
b. Program Kerja.
c. Pemilihan Kwartir Daerah dan penetapan Ketua.
d. Masalah HW dalam Daerah
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Daerah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Daerah paling lambat satu bulan setelah Musyawarah Daerah.
(7) Pada waktu Musyawarah Daerah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Daerah.
Pasal 23
Musyawarah Cabang
(1) Musyawarah Cabang diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Kwartir Cabang.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Cabang ditetapkan oleh Kwartir Cabang.
(3) Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
i. Utusan
1) Kwartir Cabang
2) Ketua Qabilah
3) Tiga orang wakil Qabilah
ii. Peninjau, yang diundang oleh Kwartir Cabang.
(4) Acara Musyawarah Cabang :
a. Laporan Kwartir Cabang.
b. Program Kerja
c. Pemilihan Kwartir Cabang dan penetapan Ketua.
d. Masalah HW dalam Cabang
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Cabang berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Cabang paling lambat satu bulan setelah Musyawarah Cabang.
(7) Pada waktu Musyawarah Cabang dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Cabang.
Pasal 24
Musyawarah Qabilah
(1) Musyawarah Qabilah diselenggarakan oleh dan atas tangungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Qabilah.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan, tata tertib, dan susunan acara Musyawarah Qabilah ditetapkan oleh Pimpinan Qabilah.
(3) Peserta Musyawarah Qabilah terdiri atas:
a. Utusan
1) Pimpinan Qabilah
2) Pimpinan Satuan
b. Peninjau, yang diundang oleh Qabilah.
(4) Acara Musyawarah Qabilah :
a. Laporan Qabilah.
b. Program Kerja
c. Pemilihan Pimpinan Qabilahdan penetapan Ketua
d. Masalah HW dalam Qabilah
e. Usul-usul
(5) Setiap utusan mempunyai hak suara dan bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Musyawarah Qabilah berlaku setelah ditanfidzkan oleh Pimpinan Qabilah paling lambat setengah bulan setelah Musyawarah Qabilah.
(7) Pada waktu Musyawarah Qabilah dapat diselenggarakan kegiatan lain selama tidak menggganggu ketertiban dan kelancaran Musyawarah Qabilah.
Pasal 25
Pengambilan Keputusan
(1) Pengambilan Keputusan Muktamar, Tanwir, Muktamar Luar Biasa, Musyawarah Wilayah, Musyawarah Daerah, Musyawarah Cabang, dan Musyawarah Qabilah, Rapat Pimpinan, dan rapat-rapat lainnya diusahakan dengan cara mufakat.
(2) Apabila keputusan secara mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara dengan suara terbanyak.
(3) Pemungutan suara dapat dilakukah secara terbuka atau tertutup/rahasia.
BAB V
RAPAT
Pasal 26
Rapat Pimpinan
(1) Rapat Pimpinan pada tingkat Kwartir (Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan tingkat Qabilah diselengarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah sekurang-kurangnya satu kali dalam satu masa jabatan.
(2) Ketentuan tentang pelaksanaan tata tertib, dan susunan acara Rapat Pimpinan ditetapkan oleh masing-masing penyelenggara.
(3) Acara Rapat Pimpinan :
a. Laporan Pelaksanaan Kegiatan
b. Masalah mendesak
c. Masalah kebijakan organisasi
d. Usul-usul
(4) Peserta Rapat Pimpinan
a. Tingkat Kwartir Wilayah
1). Utusan
a). Kwartir Wilayah
b). Ketua Kwartir Daerah
c). Tiga orang wakil Kwartir Daerah
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Wilayah
b. Tingkat Kwartir Daerah
1). Utusan
a) Kwartir Daerah
a) Ketua Kwartir Cabang
b) Dua orang wakil Kwartir Cabang
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Daerah
c. Tingkat Kwartir Cabang
1). Utusan
Kwartir Cabang
a) Ketua Kwartir Cabang
b) Ketua Pimpinan Qabilah
c) Dua orang wakil Pimpinan Qabilah
2). Peninjau yang diundang oleh Kwartir Cabang
d. Tingkat Pimpinan Qabilah
1). Utusan
a) Pimpinan Qabilah
b) Pimpinan Satuan
2). Peninjau yang diundang oleh Pimpinan Qabilah.
(5) Setiap utusan Rapat Pimpinan pada masing-masing tingkat tersebut mempunyai hak suara dan hak bicara. Sedangkan peninjau mempunyai hak bicara, tetapi tidak mempunyai hak suara.
(6) Keputusan Rapat Pimpinan pada masing-masing tingkat tersebut berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir Wilayah, Kwartir Daerah, Kwartir Cabang dan Pimpinan Qabilah.
Pasal 27
Rapat Kerja
(1) Rapat Kerja Kwartir (Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan Pimpinan Qabilah diselenggarakan oleh dan atas tanggungjawab serta dipimpin oleh Kwartir pada tingkatnya masing-masing dan Pimpinan Qabilah.
(2) Rapat Kerja Kwartir (Pusat, Wilayah, Daerah, dan Cabang) untuk membahas pelaksanaan program dan diselenggarakan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu masa jabatan.
(3) Rapat Kerja Pimpinan Qabilkah untuk membahas pelaksanaan program dan diselenggarakan sekurang-kurangnya satu kali dalam masa jabatan.
(4) RapatKerja tersebut dihadiri oleh :
a. Tingkat Kwartir Pusat
1) Kwartir Pusat
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Wilayah
b. Tingkat Kwartir Wilayah
1) Kwartir Wilayah
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Daerah
c. Tingkat Kwartir Daerah
1) Kwartir Daerah
2) Ketua dan Sekretaris Kwartir Cabang
d. Tingkat Kwartir Cabang
1) Kwartir Cabang
2) Ketua dan Sekretaris Pimpinan Qabilah
e. Tingkat Pimpinan Qabilah
1) Pimpinan Qabilah
2) Pimpinan Satuan
(5) Keputusan Rapat Kerja berlaku setelah ditanfidzkan oleh Kwartir (Wilayah, Daerah, dan Cabang) dan Pimpinan Qabilah.
BAB VI
LAMBANG, SIMBOL, MARS, DAN HIMNE
Pasal 28
Lambang dan Simbol
(1) Lambang Hizbul Wathan adalah lingkaran dengan gambar matahari bersinar utama dua belas dengan monogram HW di tengahnya, yang selanjutnya disebut Lambang HW.
(2) Sinar utama Matahari sebanyak dua belas di dalamnya terdapat monogram HW bermakna bahwa setiap pandu HW diharapkan mampu memancarkan sinar pribadi muslim sehari penuh kepada masyarakat, bangsa, dan negara.
(3) Simbol HW sebagai jati diri adalah lingkaran dengan gambar sekuntum bunga melati yang di bawahnya terdapat pita bertuliskan “Fastabiqul khairat” dalam huruf Arab, yang bermakna “Berlomba-lombalah dalam berbuat kebajikan”
(4) Kuncup Melati dengan daun mahkota berwarna putih bermakna suci, berjumlah lima helai bermakna rukun Islam. Daun kelopak berjumlah enam bermakna Rukun Iman. Dua lembar daun berarti dua kalimah Syahadat, ditopang oleh selembar pita berbentuk mulut tertawa, artinya Pandu itu selalau bahagia, dalam pita bertuliskan fastabiqul khairat (dengan tulisan arab) yang artinya berlomba-lomba dalam kebajikan.
Pasal 29
Bendera
(1) Bendera resmi HW berbentuk empat persegi panjang dengan perbandingan lebar dan panjangnya dua banding tiga, di dalamnya berisi enam garis hijau dan lima garis kuning berselang-seling. Di sudut sebelah kiri atas terdapat lambang HW berwarna putih di atas dasar persegi panjang hijau, dengan ukuran lebar dan panjang, masing-masing sepertiga lebar dan sepertiga panjang bendera.
(2) Garis hijau berjumlah enam bermakna Rukun Iman, dan garis kuning berjumlah lima bermakna Rukun Islam.
(3) Ukuran bendera resmi sama untuk seluruh tingkatan dan qabilah, yaitu 90 cm. X 135 cm.
(4) Bendera Penghela, Pengenal, Athfal disesuaikan dengan ciri khas dan kebanggaan masing-masing.
Pasal 30
Mars dan Himne Pandu HW.
(1) Mars resmi HW adalah “MARS HW”.
(2) Himne HW adalah ”HIZBUL WATHAN PANDUKU”.
BAB VIII
PAKAIAN SERAGAM DAN ATRIBUT
Pasal 31
Pakaian Seragam
(1) Sebagai gerakan kepanduan untuk anak, remaja dan pemuda, pandu HW memiliki pakaian seragam yang berfungsi untuk menyatakan jati diri, memperkuat jiwa karsa, menambah daya tarik, mengendalikan disiplin, menjalin kebersamaan, dan mencerminkan kerapian.
(2) Sesuai dengan ciri pandu HW, maka seragam tersebut harus memenuhi norma agama, pendidikan, berdaya tarik bagi anak didik, cocok untuk kegiatan di lapangan, selaras dengan perkembangan zaman, dan mengandung makna.
(3) Ketentuan umum pakaian seragam, warnanya sama sedangkan modelnya disesuaikan untuk berbagai kelompok anak didik, jabatan, laki-laki dan perempuan.
(4) Warna sama yang dimaksud adalah:
a. Baju/blouse : khaki tua.
b. Celana/Rok : biru tua
c. Tutup kepala : disesuaikan dengan kelompok dan jabatan
d. Setangan leher: hijau tua.
e. Ikat pinggang : warna hitam/coklat
f. Sepatu : hitam
(3) Di samping pakaian seragam baku, dapat diadakan pakaian tambahan yang lebih cocok untuk kegiatan lapangan maupun keperluan lainnya.
.
Pasal 32
Atribut
(1) Atribut adalah tanda-tanda yang dikenakan oleh anggota pandu untuk menunjukkan jabatan, jenjang, tingkat kecakapan, satuan, dan daerah.
(2) Model, bentuk dan warna atribut harus menarik, anggun, dan membanggakan.
BAB VIII
KODE KEHORMATAN
Pasal 33
Kode Kehormatan Umum
(1) Kode Kehormatan Pandu HW merupakan jiwa, semangat, dan keterikatan sebagai Pandu, baik dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
(2) Kode Kehormatan Pandu HW terdiri atas Janji dan Undang-Undang HW.
a. Janji Pandu diucapkan secara sukarela oleh calon anggota ketika dilantik menjadi anggota dan merupakan komitmen awal untuk mengikatkan diri dalam menetapi dan menepati janji tersebut.
b. Undang-Undang Pandu merupakan ketentuan moral untuk dijadikan kebiasaan diri dalam bersikap dan berperilaku sebagai warga masyarakat yang berakhlaq mulia
(3) Pengucapan Janji selalu diawali dengan basmalah, disambung dengan dua kalimat syahadat berikut artinya.
(4) Kode Kehormatan Pandu HW, diucapkan pada saat pelantikan anggota, pelatihan, dan kegiatan lain yang diatur dalam Buku Peraturan Dasar.
(5) Kode Kehormatan merupakan landasan pembinaan anggota untuk mencapai maksud dan tujuan HW.
Pasal 34
Kode Kehormatan bagi Pandu Athfal
(1) Janji Athfal:
Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh:
Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah.
Dua, selalu menurut Undang-Undang Athfal dan setiap hari berbuat kebajikan.
(2) Undang-Undang Athfal:
Satu, Athfal itu selalu setia dan berbakti pada ayah dan bunda
Dua, Athfal itu selalu berani dan teguh hati.
Pasal 35
Kode Kehormatan bagi Pandu Pengenal,
Penghela, dan Penuntun
(1) Janji Pandu HW.
Mengingat harga perkataan saya, maka saya berjanji dengan sungguh-sungguh:
Satu, setia mengerjakan kewajiban saya terhadap Allah, Undang-Undang dan Tanah Air.
Dua, menolong siapa saja semampu saya.
Tiga, setia menepati Undang-Undang Pandu HW.
(2) Undang-Undang Pandu Hizbul Wathan.
Undang-Undang Pandu HW:
Satu , Hizbul Wathan selamanya dapat dipercaya.
Dua , Hizbul Wathan setia dan teguh hati.
Tiga , Hizbul Wathan siap menolong dan wajib berjasa.
Empat , Hizbul Wathan cinta perdamaian dan persaudaraan.
Lima , Hizbul Wathan sopan santun dan perwira.
Enam , Hizbul Wathan menyayangi semua makhluk.
Tujuh , Hizbul Wathan siap melaksanakan perintah dengan ikhlas.
Delapan , Hizbul Wathan sabar dan bermuka manis.
Sembilan , Hizbul Wathan hemat dan cermat.
Sepuluh , Hizbul Wathan suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.
AD dan ART Hizbul Wathan ditanfiz berdasarkan :
SURAT KEPUTUSAN
KWARTIR PUSAT GERAKAN KEPANDUAN HIZBUL WATHAN
No : 009/SK/B.U/Kwarpus/II/2006
Ditetapkan di Yogyakarta, 29 Muharram 1427 H
28 Februari 2006 M
Ketua Umum, Sekretaris Umum,
Ttd. Ttd.
HILMAN NAJIB M.BACHRUN NAWAWI
Subscribe to:
Posts (Atom)